Panembahan Plandhang Gaplak – Congot Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon

Cerita tutur tentang Panembahan Plandhang Gaplak, sebuah pundhen yang berada di ujung sungut, tanah Congot, Desa Kedungbenda, Kemangkon.
***

Lokasi Pundhen Panembahan Plandhang Gaplak di Ujung Congot Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon

Ki Soma dan Ki Suro

Tersebutlah dua orang dari satu perguruan, yang satu dari desa Somakaton dipanggil sebagai Ki Soma, dan yang satu dari desa Suro dipanggil sebagai Ki Suro.

Keduanya berasal dari desa yang berbeda, yang terbelah oleh keberadaan Sungai Serayu, namun mereka bersahabat akrab dan bersama-sama, berguru pada perguruan yang sama untuk menjadi seorang Plandhang di desa masing-masing.

 

Plandhang

Plandhang adalah sebuah profesi atau pekerjaan, dimana orang tersebut biasanya mempunyai banyak kemampuan, dibutuhkan keberadaannya karena perannya.

Plandhang harus mampu menjadi juru bicara, mampu mewakili tuan rumah pada acara-acara tertentu, bahkan berperan juga sebagai penengah dalam acara rembug-rembug di masyarakat

Plandhang harus memiliki kemampuan dalam bidang kanuragan, hal tersebut agar mampu mengatasi kekacauan dan kerusuhan yang kemungkinan terjadi dalam sebuah acara.

Plandhang jika berada pada sebuah pertandingan, sabung ayam, ujungan, perkelahian satu lawan satu, bahkan di bidang kesenian dipercaya mampu berperan sebagai juri maupun wasit.

 

Sabung Ayam

Ternyata Ki Soma dan Ki Suro mempunyai kegemaran yang sama yaitu sabung ayam. Hingga pada suatu hari keduanya berjanji untuk mengadu ayam dengan taruhan; ayam yang kalah akan menjadi milik yang menang.

Uniknya karena berawal dari satu perguruan maka hal ihwal mengenai ayam sabungan dan segala mantra pendampingnya juga menggunakan ilmu yang sama dan berimbang.

Dipilihlah tempat yang netral, kedua desa dipisahkan oleh Sungai Serayu, dengan mempertimbangkan, bahwa di pertemuan antara sungai Klawing dan sungai Serayu ada daratan yang disebut Congot, maka dipilihlah tempat tersebut sebagai wilayah yang dinilai netral.

Ujung Congot di Musim Hujan

Congot

Congot adalah daratan yang diapit oleh sungai Serayu dan sungai Klawing, tempat yang indah dan sepi, masuk dalam wilayah Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon.

Keduanya menentukan hari yang baik, menurut keduanya, hari yang baik untuk menyabung ayam mereka, adalah hari Ahad Pon, dan tempatnya di ujung sungut tanah Congot itu.

 

Ayam Aduan

Pada hari yang telah ditentukan datanglah Ki Soma dan Ki Suro membawa ayam aduan masing-masing, bersama rombongan pengikut masing-masing, datang ke tanah Congot dengan menggunakan sampan.

Ayam Ki Soma berbulu blorok merah, pialnya atau jenggernya seperti jambe jebug, mata kuning, kaki dan tajinya hitam. Ayam Ki Suro, berbulu blorok madu, pialnya berbentuk telon, mata kuning, sisiknya kehijauan, taji canthel, dan bulu ekornya lebat.

 

Mantra Naas

Menurut ilmu yang dipelajari keduanya maka sebelum ayam jago disabungkan, harus diawali dengan memegang ayamnya sendiri dan kemudian memegang ayam musuhnya.

Ritual itu pun dilakukan oleh Ki Soma dan Ki Suro, setelah memegang ayamnya sendiri – sendiri kemudian saling meminta untuk memegang ayam yang akan menjadi musuh ayamnya.

Ayam musuh dipegang dan di angkat pelan-pelan, ketika mengangkat ayam musuh itu, keduanya pun membaca mantra di dalam hati masing-masing, sebuah ajian untuk membuat ayam musuh menjadi naas atau apes, yaitu mantra Aji Pamepesan.

Maka begitu keduanya mengangkat ayam musuh, perlahan ayam diangkat, Ki Soma membaca mantra: Kuwung-kuwung kang amemayungi, ingsun amatak ajiku Pamepesan, amepes bebayune sawung kang ingsun cekel iki, asor yudane, bakal mabur menyang dunung ingsun Somakaton.

Bersamaan dengan Ki Soma membaca mantra, Ki Suro juga mengangkat ayam musuh, perlahan ayam diangkat, Ki Suro membaca mantra: Kuwung-kuwung kang amemayungi, ingsun amatak ajiku Pamepesan, amepes bebayune sawung kang ingsun cekel iki, asor yudane, bakal mabur menyang dunung ingsun Dusun Suro.

 

Ayam Terbang

Sekitar dua menit kemudian mulailah ayam disabung dalam sebuah lingkaran sabung ayam dengan disaksikan oleh pengikutnya masing-masing.

Di saat ayam bertarung kedua Plandhang itu mengheningkan cipta membaca mantra, lebih serius. Membaca mantra agar ayam musuh segera kalah dan terbang menuju ke tempatnya masing-masing

Dan terbukti, sesaat kemudian kedua ayam itu seperti berhenti bersabung, diam dengan leher keduanya tetap menempel. Namun, tiba-tiba: bleber! Kedua ayam terbang melintas di atas sungai. Keduanya terbang ke arah yang sesuai dengan mantra Ki Soma dan Ki Suro.

Ayam Ki Suro terbang di atas Sungai Serayu menuju ke Desa Somakaton, sedangkan ayam Ki Soma terbang di atas sungai Klawing menuju Desa Suro.

Dua Makam Berjajar Panembahan Plandhang Gaplak

Sampyuh

Kedua Plandhang itu terkejut luar biasa, secara serentak pula keduanya ingin menangkap ayam masing-masing. Lupa segalanya, tanpa berpikir panjang keduanya seperti meloncat, ingin lari dengan segala kekuatan untuk menangkap ayam miliknya.

Lupa bahwa keduanya sedang berhadap-hadapan dengan jarak sekitar tiga meter, karena lupa keadaan tersebut, keduanya pun meloncat, di saat meloncat itulah, keduanya bertabrakan dengan sangat kuatnya. Gaplak!

Menimbulkan bunyi yang sangat keras: gaplak! Dan seketika itu juga keduanya meninggal dunia. Sampyuh, meninggal dunia secara bersamaan karena bertabrakan.

Oleh para pengikutnya yang ada di arena itu, jasad kedua Plandhang yang naas itu dimakamkan di tempat sabung ayam, di tempat keduanya meninggal, dengan posisi makam berjajar, Ki Suro di sebelah barat dan Ki Soma di sebelah timur.

Jalan Setapak di Pinggir Sungai Serayu Menuju Ujung Congot

Pundhen Plandhang Gaplak

Makam itu kini, dikenal dengan nama Pundhen Panembahan Plandhang Gaplak, yang artinya bahwa di situ adalah makam dua orang yang semasa hidupnya bekerja sebagai Plandhang, mumpuni di dalam dunia sabung ayam, meninggal dunia akibat bertabrakan di arena sabung ayam, dan menimbulkan bunyi gaplak yang sangat keras.

Dengan demikian jika datang ke Congot, Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, di ujung daratan sungut itu, ada dua makam yang bersebelahan, itu adalah makam dua orang Plandhang yang meninggal secara sampyuh akibat bertabrakan saat keduanya secara bersamaan meloncat untuk mengejar ayam jagonya masing-masing yang terbang akibat ampuhnya mantra masing-masing.
Begitu!

Panembahan Plandhang Gaplak

Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu agar menjadi tahu.
***

Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun

Toto Endargo

.

Catatan: terimakasih untuk Mas Langka yang sudah mengawali cerita ini, semoga selalu sehat sejahtera bersama keluarga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *