Cerita tentang tiga bayi yang dilarung, dan menjadi cerita yang setiap kali diceritakan secara turun temurun, menjadi kisah yang memikat untuk disimak.
Nabi Musa
Kisah ini terjadi, sekitar 1300 tahun sebelum Masehi (1300+2.022 = 3.322 tahun yang lalu), terjadi di Negeri Mesir saat Fir’aun berkuasa.
Siasat Fir’aun untuk membatasi populasi Yahudi maka Fir’aun bersikap keji, kejam, membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israel.
Ibu Musa, Yokhebed, etnis Yahudi, begitu melahirkan bayi laki-laki, segera melarung bayinya tersebut, sehingga hanyut terbawa aliran Sungai Nil.
Tetapi, justru keluarga Fir’aunlah yang menemukannya, memberi nama Musa dan membesarkan bayi tersebut layaknya anak raja.
Saat dewasa, ada prajurit Mesir yang memukuli orang Yahudi, Musa marah dan kemudian membunuh prajurit Mesir itu.
Segera Musa pun kabur meninggalkan negara dan dikejar oleh pasukan Fir’aun, namun Musa berhasil lolos, menyeberangi Laut Merah, dan akhirnya sampai di Gunung Horeb, yang dianggap sebagai Gunung Ilahi.
Selanjutnya Musa, bersama pengikutnya, bermukim di gunung Sinai di mana Musa menerima 10 perintah Tuhan.
Pada akhirnya Musa wafat di Gunung Nebo di dekat tanah perjanjian sebagai seorang nabi.
Nabi Musa.
Adipati Karno
Kisah ini terjadi sekitar 300 tahun sebelum Masehi (300+2.022 = 2.322 tahun yang lalu)
Adalah Dewi Pritha, dari Wangsa Yadawa, anak Raja Surasena. Karena Raja Kunthiboja, dari Negara Boja, tidak memiliki keturunan, maka mengadopsi bayi Pritha, dan mengubah namanya menjadi Dewi Kunthi.
Kunthi ternyata melakukan kekeliruan etika, yaitu hamil sebelum menikah.
Karena malu maka setelah melahirkan, segera melarung bayinya, sehingga bayi yang diberi nama Karno hanyut terbawa aliran air sungai Gangga.
Seorang kusir kereta, bernama Adirata yang menemukan, yang merawat dan yang membesarkan Karno.
Akhirnya Karno menjadi prajurit, militer yang unggul di Kerajaan Astina.
Karno diangkat menjadi adipati di Negeri Awangga, menjadi senapati perang di pihak Kurawa dalam Bharatayuda, namun akhirnya gugur terkena panah dari tangan adiknya, si Arjuna.
Gugur sebagai senapati perang dan menjabat sebagai adipati.
Adipati Karno.
Sunan Giri
Tersebutlah dalam Babad Tanah Jawa, bahwa putri raja Blambangan yang bernama Dewi Kasiyan sakit parah, sang raja sangat sedih.
Ada seorang pertapa bernama Kyai Maulana Iskak, yang sanggup menyembuhkan sakit Dewi Kasiyan asal sang raja mau masuk agama Islam. Sang raja kemudian setuju usul itu dan masuk Islam.
Maulana Iskak segera masuk istana, berpikir sejenak, lalu berwudlu, mengusap kepala sang putri, meniup tiga kali, maka sembuh lah sang putri, sehat seperti sedia kala.
Dewi Kasiyan menyembah Kyai Maulana Iskak, kemudian keduanya dinikahkan. Tak berapa lama Maulana Iskak, pergi untuk berdakwah di luar Blambangan, meninggalkan istri barunya.
Ternyata Dewi Kasiyan meninggal setelah melahirkan anak laki-laki, cucu raja Blambangan.
Namun menurut raja Blambangan ternyata sang bayi, cucunya itu, berpengaruh panas terhadap kerajaan, maka memasukkan bayi ke dalam keranda lalu melarungnya, dibuang ke laut.
Bayi ditemukan oleh sebuah kapal, dan pemiliknya adalah Nyai Ageng Tandes, seorang janda yang kaya raya.
Bayi itu dirawat dan dibesarkan oleh Nyai Ageng Tandes dengan sebaik-baiknya, setelah tujuh tahun, anak sudah kelihatan sangat rupawan, diberi nama Raden Paku
Raden Paku itulah yang pada akhirnya bernama Sunan Giri, salah satu tokoh wali sanga. Nama lain Raden Paku, adalah Sunan Giri, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden ‘Ainul Yaqin dan Joko Samudro.
Sunan Giri, lahir di tlatah Blambangan sekitar tahun 1442. Wafat tahun 1506 dimakamkan dengan cungkup yang khas Jawa, di Dusun Giri Gajah, masuk wilayah Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Sunan Giri.
===
Demikianlah tiga cerita tentang bayi yang dilarung; satu dari kitab suci, yang satu dari Mahabharata dan yang satunya lagi dari Babad Tanah Jawa.
Mungkinkah kisah yang satu telah menginspirasi kisah yang satunya lagi? Mungkin!
***
Semoga bermanfaat
Maturnuwun
Toto Endargo
.