Tergusurnya Nama Leluhur Sebagai Nama Jalan di Kota Purbalingga

Cerita tentang tergusurnya salah satu nama leluhur di Kota Purbalingga

Perdikan Cahyana

Di dalam lambang Daerah Kabupaten Purbalingga, telah tersirat dan tersurat dengan jelas tentang nama leluhur masyarakat Purbalingga, yaitu Cahyana, Ardi Lawet, Wirasaba dan Onje.

Nama Cahyana, Syeh Jambu Karang dan Ardi Lawet adalah benar-benar sebagai nama leluhur, dan telah menjadi catatan awal atas keberadaan wilayah Purbalingga.

Keberadaan Kabupaten Purbalingga dengan keberadaan Perdikan Cahyana itu, berjarak sekitar 380 tahun.

Perdikan Cahyana dirintis sekitar tahun 1450, sebelum keberadaan Kadipaten Wirasaba, dan jauh sebelum ada Onje dan Purbalingga.

Jalan Cahyana

Telah menjadi semacam konvensi, norma atau peraturan yang tidak tertulis, namun harus disepakati oleh masyarakatnya, bahwa nama leluhur penting untuk diabadikan menjadi nama-nama jalan.

Tradisi ini pun diterapkan juga di Kota Purbalingga, sehingga ada nama – nama jalan: Onje, Lawet, Cahyana, Wirasaba, Jambu Karang, Rubiah Sekar, dan juga Dipokusumo.

Dahulu sebelum tahun 1980, jalan di timur pendapa kabupaten Purbalingga bernama Jalan Cahyana.

Jalan Cahyana membujur dengan arah barat – timur. Di ujung timur membentuk pertigaan dengan jalan Pujowiyoto dan di ujung barat membentuk pertigaan dengan jalan Onje.

Dan di selatan ujung barat, dekat kabupaten ini, ada semacam bengkel elektronik tempat Mas Teguh dan Mas Sudewo berkutat untuk melahirkan Radio Suara Purbalingga (Sapurba). Dan setelah bermetamorfosis kini menjadi Radio Gema Soedirman.

Namun di sekitar tahun 1985, nama Jalan Cahyana, sepertinya telah tergusur, telah berganti nama menjadi Jalan Dipokusumo.

Jalan Cahyana Baru

Lalu kemana kata Cahyana, sebagai nama jalan? Cahyana adalah nama leluhur awal keberadaan wilayah Purbalingga.
Harus ada! Penting ini!

Di samping itu nama Cahyana harusnya menjadi nama jalan yang berada di sekitar Pendapa Kabupaten.

Seperti nama Jambu Karang, Onje, Wirasaba. Kenapa? Karena Cahyana adalah nama leluhur kewilayahan ini!

Ternyata, kata Cahyana ditetapkan menjadi nama jalan yang menuju ke wilayah Penambongan sampai Mewek.

Dari perempatan jalan Letkol Isdiman, Purbalingga Wetan sampai ke perempatan Jalan Perintis, Mewek.

Barangkali karena nama Cahyana masih sulit dihilangkan dari benak masyarakat, bahwa itu nama jalan di timur pendapa kabupaten, maka kata Cahyana diberi tambahan kata “baru”, jadilah: Jalan Cahyana Baru.

Kurang Tepat

Sadar, apa khilaf? Jika memang berniat ingin mengabadikan nama Cahyana, harusnya tetap dengan nama Cahyana. Lengkapnya Perdikan Cahyana.

Penambahan kata “baru”, itu berarti telah dengan sengaja menggusur keaslian nama leluhur.

Nama yang tidak tepat, sudah tidak orisinal lagi. Tidak ada dalam sejarah Purbalingga, wilayah Perdikan Cahyana Baru.

Oke.
Begitulah, kenapa judul tulisan ini: Tergusurnya Nama Leluhur, karena ada hal-hal yang dirasa kurang tepat:

1. Kini tak ada lagi nama Jalan Cahyana, nama Cahyana Baru tidaklah sama dengan Cahyana.

2. Jika diterima sebagai pengganti Jalan Cahyana, maka jalan Cahyana Baru letaknya terlalu jauh dari pusat kabupaten.

 

Catatan

Nama jalan yang di luar kearifan lokal Purbalingga, namun ada di sekitar Pendapa kabupaten, adalah nama: Pierre Tendean di selatan alun-alun dan DI Panjaitan di utara pendapa kabupaten.

Dan nama yang sebaiknya berada dekat pendapa kabupaten adalah nama Lawet (Ardi Lawet) dan Cahyana (Perdikan Cahyana)

 

Demikianlah cerita tentang tergusurnya nama leluhur yang terjadi di kota Purbalingga Perwira

Semoga bermanfaat
Nuwun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *