Jaman saya SR, atau SD, dikenalkan bahwa Pulau Sumatera, memiliki nama-nama:
Sumatera, Suvarnabhumi, Pulau Perca, Pulau Andalas, dan juga Pulau Harapan. Kenapa kok memiliki nama-nama tersebut?
.
Sumatera
Nama Sumatera muncul, seiring dengan kejayaan Balaputradewa yang menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Balaputradewa adalah pelarian dari Kerajaan Mataram Kuno, karena kalah perang melawan Rakai Pikatan, suami ponakannya yang bernama Pramodawardhani. Balaputradewa berhasil membuat Kerajaan Sriwijaya semakin melejit. Karena kejayaannya itulah, maka wilayah Kerajaan Sriwijaya disebut sebagai su-Mataram, yang artinya: lebih baik dibandingkan dengan kerajaan Mataram, ( su = lebih baik). Dan kini sebutannya sedikit meleset, aslinya Sumataram, kini menjadi Sumatera. Kata Sumedang, di Jawa Barat, konon juga dari sebab yang sama, yaitu menganggap bahwa kerajaan di Jawa Barat, lebih baik dibandingkan dengan Kerajaan Medang, maka wilayahnya disebut Su – Medang, Sumedang, terkenal tahunya. Naha anjeun resep tahu? Mangga tuang!
Hehe
.
Pulau Andalas
Nama Andalas, konon, adalah nama yang diberikan oleh para musafir Arab, sebab pulau ini mengingatkan tanah makmur di semenanjung Spanyol, yaitu wilayah Andalusia. Mbok! Madan padha mbok; antara aran Andalusia karo Andalas.
Nggih!
.
Pulau Perca
Nama yang menunjukkan betapa hebatnya kekayaan Sumatera saat dahulu, yaitu getah perca. Atau getah karet. Artinya banyak pohon karet yang disadap, hasilnya adalah getah perca, atau getah karet. Perca = Karet. Jadi dikenal juga dengan sebutan Pulau Perca.
Dulu!
.
Pulau Harapan
Di jaman Bung Karno, Pulau Sumatera disebut juga sebagai Pulau Harapan. Hal tersebut menunjukkan harapan, keinginan, hasrat negara untuk membuka kekayaan alam Sumatera untuk kejayaan nusa-bangsa. Bung Karno menyebutnya Pulau Harapan, sehingga mirip-mirip nama Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Mungkin!
.
Semoga bermanfaat!
“Lho, kenapa disebut Suvarnabhumi, Pak?”
“Oh. Kelalenlah! Itu cerita jaman SD Kelas V, tahun 1967. Yaa, wis kelalen!”
“Tidak boleh lupa, Pak!”
“Iya. Saya tulis! Kapan-kapan!”
“Sekarang saja, Pak!”
“Ya, saya ingat! Dulu, Raja Sri Wijaya saat mengirimkan duta ke Tiongkok, sambil membawa emas, mutiara, gading, kitab-kitab agama dalam bahasa Sanskerta dan budak-budak. Dan Raja Sriwijaya itu menyebut dirinya sebagai “Hia-tse Su-wu-tsa-pu-mi, (Haji Sumatera Bhumi)”. Namun kemudian dieja menjadi Suvarnabhumi, itu artinya bhumi emas, tanah emas.
“Nah, begitu! Maturnuwun nggih Pak!”
Hehe!
.
Lagi kepengin ndongeng
Nuwun.
.