RUNTUHNYA RAJA NAMRUD DARI SALINGA

Sebuah cerita yang diambil dari kisah perselisihan antara Pangeran Puger di Pleret dengan Amangkurat II di Kartasura hingga runtuhnya Benteng Mesir dan tewasnya Raja Namrud dari Salinga (Slinga), sebuah wilayah di sekitar Desa Onje, Mrebet, Purbalingga.

Perselisihan Pleret – Kartasura

Pangeran Puger adalah penguasa di Keraton Pleret, telah berselisih dengan kakaknya yang bernama Raden Mas Rahmat, raja di Kerajaan Kartasura. Raden Mas Rahmat bergelar Amangkurat II, dikenal juga dengan nama Sunan Amral karena suka memakai pakaian model Admiral (Laksamana) Belanda.

Penyebab perselisihan antara Pleret dengan Kartasura adalah karena Pangeran Puger tidak mau bergabung dengan kakaknya. Pangeran Puger tidak begitu yakin bahwa Raja Kartasura itu adalah kakaknya Raden Rahmat. Berita yang diterimanya, raja yang suka berpakaian admiral itu, sebenarnya adalah anak Cornelis Speelman yang menyamar sebagai Raden Mas Rahmat.

Pangeran Puger Bimbang

Namun setelah tahu, dan yakin bahwa raja Kartasura adalah benar-benar kakaknya Raden Mas Rahmat, yang bergelar Amangkurat II. Pangeran Puger kini menjadi bimbang dan malu untuk tetap bermusuhan dengan kakaknya.

Dan pada saat pergi ke Bagelen; dalam perjalanan melarikan diri dari peperangan, yang terpikir dalam hatinya hanya kakaknya, Amangkurat II itu. Kata-kata dalam hatinya: “Ya, kakakku Sang Prabu, apa kiranya yang harus kuperbuat. Jika aku kembali dan menghadap, malulah kiranya rasa hatiku. Tetapi kalau kami terus bermusuhan, sudah pasti aku akan kalah; bala tentara kakakku sangat banyak. Yang merisaukan hati ialah, bagaimana aku ini selanjutnya; itulah yang membingungkan diriku”.

Saran Ke Salinga

Di Bagelen Pangeran Puger lalu berunding dengan pamannya (Pangeran Pamenang) dan adiknya (Arya Panular). Sisa wadya balanya yang masih hidup, beserta para perwiranya, semuanya ikut, dan kini sedang di hadapannya.

Berkatalah Pangeran Puger; “Apa yang akan kita perbuat sekarang?” Pangeran Pamenang berkata lirih: “Anak Prabu barangkali sudah tahu, bahwa di daerah Salinga ada orang yang menjadi raja, orang itu sangat sakti dan gagah berani. Bila sempat, sebaiknya Anda temui dan sekaligus minta pertolongannya. Jika orang itu dapat menyelesaikan tugasnya, janjikan akan diberi hadiah sepantasnya nanti; kalau perlu dijadikan raja yang besar”.

Semua perwira menyetujui usul yang dikemukakan itu. Dan Pangeran Pamenang berkata lembut: “Jika ingin menandingi kakak paduka dalam peperangan, marilah kita coba sekali lagi dengan bantuan dari Salinga.”

Maka Sang Pangeran Puger segera meninggalkan Bagelen; semua wadyabala ikut serta. Mereka berangkat ke Salinga, jalannya cepat, karena ingin lekas sampai.

Bertemu Raja Namrud

Wilayah Salinga, rajanya bernama Raja Namrud, raja di daerah Tengahan Ledhok (Lembah Sungai Klawing) semua orang tunduk mengabdi, dan mengakuinya sebagai raja.

Ketika Raja Namrud mendengar berita bahwa Pangeran Puger kalah perang dan akan mengungsi kepadanya. Raja Namrud lalu mengumpulkan wadya balanya, memasang lambang kebanggaan negara, sebuah bendera yang diberi nama Umbulwaringing, (umbul atau bendera ini dibuat dari semacam bahan karung yang sangat halus).

Yang mengabdi kepada Raja Namrud, jumlahnya sekitar duaribu orang; mereka mau menjumpai Pangeran Puger. Sang Pangeran Puger pun sudah tiba di Salinga, Raja Namrud menyambutnya, dan ketika keduanya telah saling berhadapan, seraya keduanya memberi salam satu sama lain.

Kesanggupan Raja Namrud

Raja Namrud segera merangkul: “Duh anakku Sang Bagus, orang agung yang gagah berani, hanya satu cacadnya, kamu telah telah kalah perang. Wajahmu cakap seperti Sang Arjuna. Sebaiknya mengungsi pada bapakmu ini dulu. Tadinya kamu memang sudah menang perang, tinggal duduk berongkang kaki sambil mengumpani binatang peliharaan. Andaikata aku tempo hari ikut membantu perang melawan Belanda, semua musuhmu hanya seperti gurem saja, kutepok begitu, musuh pasti juga sudah pergi.”

Mereka lalu masuk ke istana Raja Namrud di Mesir, dan kini semua telah duduk bersama. Pada akhirnya Raja Namrud menyanggupi untuk mengalahkan Raja Kartasura, tetapi nanti bila waktunya telah tiba.

 

Kekesalan Pangeran Puger

Atas kesanggupan tersebut, Raja Namrud lalu dimanjakan, diberi istri yang cantik-cantik, putri-putri dari kalangan sanak kerabat Mataram. Namun pada akhirnya Pangeran Puger menjadi kecewa. Sebab bila Raja Namrud diajak maju untuk ikut dalam peperangan, Raja Namrud selalu menunda-nunda, tak ada ketentuan sama sekali.

Maka hati Sang Pangeran Puger menjadi kesal, merasa selalu ditangguh-tangguhkan. Namun Pangeran Pamenang selalu membujuk dengan sangat “Jika Anak Prabu kurang puas dan tidak sabar. Sebaiknya tindakan Raja Namrud dituruti saja, biar ia tetap menjadi kawan kita.”

Pangeran Pamenang Membelot

Sang Prabu Ngalaga, Pangeran Puger lalu berada kembali di Pleret, ibukota Mataram, sebelum pindah ke Kartasura, genap setengah bulan lamanya. Orang Mataram banyak yang berdatangan, semuanya dikerahkan, dipersenjatai untuk berperang melawan Kartasura. Pangeran Arya Panular ditunjuk kembali memimpin pasukan dan harus mengikuti kakaknya kemana saja pergi.

Sedangkan Pangeran Pamenang masih tinggal di Salinga dengan barisannya bersama Raja Namrud. Dikandung maksud oleh Raja Namrud, Pangeran Pamenang akan dijunjung dan dinobatkan menjadi raja Kartasura. Oleh karenanya Pangeran Pamenang menurut saja apa yang dikatakan oleh Raja Namrud.

Kartasura Terkepung

Terceritalah Pangeran Puger, segera berangkat dari Mataram, maksudnya mau menggempur Kartasura. Kini pasukannya cukup besar, prajuritnya banyak, dipimpin oleh Ki Arya Surajaya.

Arya Tambakbaya pun telah menggempur barisan Kartasura yang ada di Desa Pokok. Barisan Kartasura menjadi ambyar berlarian, dikejar oleh wadyabala Mataram hingga sampai di daerah Dreksana, namun tetap diusir kemana saja mereka lari, mereka terus buyar berlarian.

Sampailah mereka sekarang di daerah Sagung, dan telah memasuki telatah Kartasura. Sang Nata Ngalaga (Pangeran Puger) dengan semua barisannya, kini telah mengepung Negara Kartasura.

 

 

Di Kartasura, Raden Anrangkusuma datang menghadap Raja Amangkurat II, sambil menyembah kaki Sang Raja, mengusap debu, ia berkata: “Gusti, hamba memberitahukan bahwa adik paduka, Prabu Ngalaga, Pangeran Puger, kini telah mengepung kota. Dan di Sagunglah, pesanggrahan adik paduka itu”.

Pleret – Kartasura Berdamai

Setelah berpikir sejenak Raja Amangkurat II lalu memanggil Adipati Urawan. Setiba Urawan ada di hadapannya, Prabu Amangkuat II berkata: “Hai, Urawan, kemari dan dengarkan. Anda kuutus sebagai duta untuk melunakkan hati adikku. Bawalah serta seorang pembantu, dan anda lebih baik menyamar.”

Tugas Adipati Urawan untuk melunakkan hati Pangeran Puger berhasil. Pangeran Puger berkirim surat yang isinya merasa bersalah, takluk dan bersedia jika akan mendapat hukuman apapun dari kakaknya.

Ketika mengetahui isi surat adiknya, maka rasa hati Sang Raja Amangkurat II seperti dihahit-jahit. Sang Raja lalu berkata lirih: “Perintahkan kepada seluruh wadyabala, aku akan menjemput adikku, aku akan berangkat ke Sagung pada hari Senin.

Sampailah mereka di Sagung, dan kemudian berdua memasuki telatah Kartasura, dan masuk ke istana. Di hari berikutnya Pangeran Puger berkata: “Hamba ini, kakanda, sebelumnya telah berdiri sebagai raja di Mataram, dengan gelar Sunan Ngalaga. Kini, kalau nama itu masih tetap pada hamba, kiranya akan merendahkan derajad Negara kakanda di Kartasura.”

Sang Raja Amangkurat mendengar kata-kata itu, merasa sangat girang dan berkata: “Aduhai, adikku, anda sungguh benar, mengatakan demikian itu kepadaku. Bila demikian, adikku dapat kembali ke nama lama, yaitu Pangeran Adipati Puger.” Sang adik mengucapkan terimakasih, dan berkata sedia kembali pada nama Pangeran Adipati Puger, tersebut.

Menuju Salinga

Katanya Pangeran Puger selanjutnya: “Kini ada hal lain yang ingin hamba bicarakan dengan kakanda. Para bupati pesisir di sebelah barat, telah disiapkan untuk menyerang Salinga.”

Para Adipati itu akan menyerang Salinga, bahkan kini mereka sudah mulai bergerak. Pasukan dipimpin oleh Adipati Tegal, Ki Tumenggung Mangkuyuda, bersama dengan Natayuda, yaitu adik Adipati Suranggakara.

Lalu diceriterakan tentang tekad Raja Namrud yang ingin melawan Kartasura dan ingin menjadikan Pangeran Pamenang sebagai raja. Maka titah Amangkurat II agak keras: “Bila si Namrud kalah perang, anak cucunya agar ditumpas semuanya. Yang laki-laki jangan ada yang ketinggalan; dan yang perempuan semuanya harus diboyong dibawa ke Kartasura.”

Sementara itu wadyabala yang berangkat, jumlahnya tak kurang dari enam ribu orang. Semuanya bersenjata tombak dan senapan, di samping para pemikul bekal-bekalnya. Akhirnya mereka telah tiba di wilayah Tengahan Ledhok, tempat yang dituju. Segera menyusun dan menata barisan.

Benteng Mesir Rusak

Raja Namrud yang telah mendengar bahwa wadya Kartasura sudah sampai dan siap menyerang. Maka bersiap-siaplah Raja Namrud beserta para bala prajuritnya, telah pula bersiaga untuk bertahan di dalam Benteng Mesir.

Orang pesisir telah mengepung Salinga dengan rapat, para adipati ikut terjun sendiri dalam perang. Kedua pasukan pun telah mulai bertempur dengan berani; bunyi pertempuran sangat dahsyat. Para adipati memberi tanda menyerangan, semua wadyabala bergerak maju.

Orang Salinga bertahan sekuat-kuatnya. Raja Namrud dengan Pangeran Pamenang, keduanya, berbarengan maju perang. Peperangan berlangsung sangat hebat; Semuanya berusaha memperlihatkan keberanian serta ketangkasannya. Raja Namrudpun demikian pula.

Banyaknya musuh yang dibantu oleh prajurit Belanda dengan pesenjataan yang lebih maju, pertahanan yang dilakukan dari dalam di benteng Mesir pun jebol. Prajurit musuh memasuki dalam benteng, menghancurkan perlawanan pasukan Salinga. Barangkali memang segala-galanya telah menjadi kehendak Tuhan, Mesir, Salinga, hancur.

Raja Namrud Terbunuh

Wadyabala Raja Namrud banyak yang tewas; hampir seluruhnya ditumpas lawan. Senjata beserta peluru lawan tak tertahankan, semua barisan Salinga telah rusak dibobol lawan dan para adipati pembantunya lari bertunggang-langgang. Raja Namrud akhirnya tertangkap juga; dihujani senjata hingga tewas.

Pangeran Pamenangpun telah pula tertangkap; dan kemudian dihujani senjata oleh para adipati dari Kartasura. Pangeran Pamenang telah mati dibunuh, dan tak ketinggalan pula Adipati Kamandungan.

Pembasmian Generasi Raja Namrud

Semuanya telah ditumpas bersih. Walaupun masih anak, kalau lelaki semuanya dibunuh; kalau perempuan dikumpulkan untuk dibawa. Seusai peperangan, semua perwira Kartasura lalu kembali; segera berangkat dari Salinga dengan membawa rampasan dan mengiringkan para perempuan yang diboyong. Berakhirlah keberadaan Raja Namrud dari Salinga beserta para rakyatnya.

Ada seorang gadis Onje yang ikut terboyong ke Kartasura, yang pada akhirnya nanti akan menjadi duri petaka di Istana Kartasura. Keberadaan gadis Onje ini akan menjadikan Pangeran Puger menderita batin seumur hidup dan dendam kesumat yang tak berkesudahan.

.===

De vesting Missier lag op 3 uur reisafstand van Tegal. De plaats werd op 16 december 1681 door de compagnie veroverd onder leiding van commandeur Couper. Een literaire bron waarin deze plaats als VOC-post wordt aangemerkt is vooralsnog niet bekend. De in dit programma aanwezige afbeeldingen van deze plaats fungeren momenteel als bron.

 

Benteng Missier berjarak 3 jam perjalanan dari Tegal. Tempat itu ditaklukkan pada tanggal 16 Desember 1681 oleh kompi yang dipimpin oleh Komandan Couper. Sumber literatur yang mengidentifikasi tempat ini sebagai pos VOC belum diketahui. Gambar lokasi dalam program ini saat ini berfungsi sebagai sumber.

===

Demikianlah sedikit cerita tentang perselisihan kakak beradik, antara Pangeran Puger dengan Raden Mas Rahmat, sampai kepada runtuhnya penguasa Salinga (Slinga) sang Raja Namrud.

Semoga bermanfaat

Salam

.

Toto Endargo

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *