Putri Mandi di Kali Kramean Dekat Jembatan Penambongan Mewek

Cerita tentang sesosok perempuan yang mandi di aliran Sungai Kramean, di dekat jembatan Kramean Jalan Cahyana Baru.

 

Sungai Kramean

Sungai Kramean adalah sungai yang membelah Desa Kandang Gampang, lalu menyusuri tepian Kota Purbalingga bagian selatan, masuk dukuh Timbang, menyusur terus sampai di belakang SMP Negeri 4 Purbalingga, melintasi Jalan Cahyana Baru, sedikit di wilayah Mewek dan kemudian menyatu dengan aliran Sungai Gringsing di makam Kedungmenjangan.

 

Gerumbul

Gerumbul di tepi sungai adalah hal yang wajar, di bawah gerumbul ada sedikit kedhung, lubuk atau kedalam air, di aliran Sungai Kramean, sekarang letaknya berada di selatan SMP Negeri 4 Purbalingga, sekitar 100 meter dari jembatan Kramean, di Jalan Cahyana Baru.

Sebenarnya belum layak disebut kedhung, karena Sungai Kramean termasuk sungai kecil, memiliki debit air tidak seberapa, lebar sungai pun, paling sekitar 2 meter, hanya saja di tahun 1970-an, airnya masih bening dan di beberapa tempat sedikit deras.

 

Wanita Mandi

Sekitar tahun 1970-an itu, seorang laki-laki, panggil saja Pak Sabin, yang punya sawah di sekitar jembatan Kramean, (dulu juga ada batas kota), sehingga beliau setiap kali akan berlalu lalang di sekitar jembatan kecil tersebut.

Suatu ketika Pak Sabin, pergi ke sawah sekitar jam empat sore, hujan gerimis baru saja usai. Lalu lintas saat itu sudah sepi, jalan pun belum diaspal. Ketika melintas di jalan, ternyata, tanpa sengaja, dari jauh Pak Sabin, melihat ada seorang perempuan yang sedang mandi di Sungai Kramean. Pak Sabin heran. Siapa?

Demi kesopanan, Pak Sabin jelas dia tidak berani intens memperhatikan, apalagi mendekatinya. Namun dari penglihatan yang sepintas itu Pak Sabin paham, bahwa yang mandi itu rupanya perempuan berparas cantik, dan mandinya pakai kemben kain.

Yang ada dalam pikirannya adalah, wanita itu mandi di tempat yang tidak semestinya, bukan tempat mandi yang biasa digunakan oleh orang-orang desa, maka Pak Sabin berpendapat bahwa yang mandi itu pasti bukan manusia biasa, kemungkinannya adalah penghuni Sungai Kramean.

 

Kain Putih

Dan setelah diperkirakan wanita yang mandi itu, telah selesai dan pergi, maka Pak Sabin mendatangi kedhung tempat mandi wanita istimewa tersebut. Ada di bawah pohon cangkring, dan ada beberapa pohon perdu yang cukup rimbun. Bukan tempat yang biasa untuk dilewati orang desa.

Dan kemudian, Pak Sabin tertegun, ada sesuatu yang menarik, seperti sengaja ditinggalkan, yaitu semacam sapu tangan putih, ada gambar bunga merah kecil di salah satu pojoknya, jelas itu bukan sekedar sapu tangan biasa, tersangkut di perdu.

Maka oleh Pak Sabin, dengan mengingat kisah Joko Tarub, sapu tangan putih berbunga merah kecil itu pun diambilnya dan dibawa pulang, di rumah hal kain putih itu, Pak Sabin belum berani menceritakannya kepada istrinya, khawatir istrinya akan ketakutan.

 

Putri Tawangasih

Dan malam harinya antara sadar dan tidak sadar, saat Pak Sabin selonjoran di risban, entah pukul berapa, merasa didatangi oleh seorang wanita, wanita yang mandi itu, mengaku bernama Putri Tawangasih, dia adalah seorang sinden di zaman Majapahit namun katanya, kini dia betah tinggal di wilayah Galuh Wirasaba.

Dalam pertemuan tersebut Pak Sabin kemudian diajak oleh Putri Tawangasih untuk menonton pagelaran wayang kulit. Karena suka pertunjukan wayang, maka Pak Sabin pun mengiyakan.

 

Minuman Tumpah

Sampai di arena pagelaran wayang kulit, memang terdengar suara gamelan ditabuh dan sudah banyak penontonnya. Namun seluruh orang yang ada di tempat tersebut, semuanya tidak jelas raut mukanya, seperti ada tabirnya, remeng – remeng, tidak jelas wajahnya.

Kemudian Pak Sabin, oleh Putri Tawangasih, ditawari minuman, namun ternyata minuman tersebut berbau kembang Kamboja, maka Pak Sabin tidak mau minum. Karena minumannya ditolak, Putri Tawangasih seperti marah dan memaksa Pak Sabin, harus meminumnya.

Pak Sabin, tetap bersikukuh tidak mau minum minuman yang dipaksakan itu, karena saling tolak tersebut, akibatnya air, dalam gelas yang warna gelap itu tumpah dan mengenai jarit latar putih yang dipakai oleh Putri Tawangasih dan secara reflek pula Pak Sabin didorong keras oleh Putri Tawangasih hingga terjatuh.

 

Sadar

Jleg. Rupanya peristiwa tumpahnya minuman dan jatuhnya Pak Sabin itulah, yang menjadikan Pak Sabin tersadar kembali secara utuh. Ternyata dia sekarang sudah tidak di risban lagi, tapi kini sedang terlentang di lantai. Astaghfirullah! Pak Sabin tercenung, dan tak lama kemudian terdengar bunyi kentongan dipukul orang, yang menandakan bahwa saat itu pukul dua dini hari.

 

Dibuang

Pagi harinya, setelah sholat subuh, segera saja, Pak Sabin membawa kain putih berbunga merah itu, ke jembatan kecil, untuk dikembalikan ke Sungai Kramean. Pak Sabin memungut batu sebesar telur ayam, sebagai pemberat, lalu batu dibungkus dengan kain tersebut.

Pak Sabin melemparkan batu tersebut ke arah dimana putri Tawangasih kemarin mandi. Tidak perduli sampai ke sungai atau tidak, yang pasti sudah dibuang. Dan sejak saat itu pula, Pak Sabin, sudah tidak berani lagi untuk mengambil apapun yang berada di sekitar tempat mandi Putri Tawangasih. Kapok!

 

Saleh

Ada yang pernah cerita bahwa sampai pada tahun 1990-an, setiap kali, ada bunyi saleh yang terdengar dari wilayah Purbalingga Wetan, diperkirakan saleh, suara gamelan atau suara wayangan tanpa wujud, berpusat di dekat jembatan kecil tempat Putri Tawangasih mandi itu. Mungkin!

Nah, barangkali ada yang ingin bertemu dengan Putri Tawangasih, mangga, datang ke Kali Kramean, kedhung tempat putri mandi. Di sekitar jembatan kecil di jalan Cahyana Baru. Mungkin kain putih yang di pojokannya ada gambar bunga merah kecil, dan yang dulu telah dilemparkan, dibuang oleh Pak Sabin, masih ada. Mungkin saja ada keberuntungan, kain pemanggil dapat ditemukan. Bisa nonton wayang bareng Putri Tawangasih. Asyik!
Begitu!

Cerita tentang Putri Mandi di Kali Kramean ini saya dapatkan sekitar tahun 2010, dari seseorang yang tak mau disebutkan namanya, terimakasih, dan ternyata baru kali ini saya sempat menuliskannya.

 

Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu, berkenan untuk menjadi tahu.
***

Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun

Toto Endargo
.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *