Pundhen (2) 

“Pak, tulisan Pundhen (1), kosong komen!”

“Iya, ya. Kamu juga tidak komen. Kenapa?”

“Hehe, baca judulnya saja, sudah horor, Pak!”

“Jadi, diawal saja sudah malas baca?”

“Betul! Takut baca. Ngapunten, nggih, Pak!”

“Nggak papa. Saya nulis lagi, nieh!”

“Nggih, Pak!”

 Dinamisme.

Budaya animisme dan dinamisme sangat mendukung keberadaan sebuah pundhen. Animisme meyakini bahwa setiap benda memiliki jiwa, ada rohnya.

Batu, pohon, sawah, kolam air, itu ada roh pribadinya, dan itu harus diakui keberadaannya.

Dinamisme juga sama-sama bicara tentang roh, bedanya adalah; dinamisme meyakini bahwa ada roh yang berada di luar jasad. Ada energinya tapi tidak punya raga, karena itu, sebut saja sebagai “makhluk energi (ME)”.

Roh di luar jasad ini khusus berasal dari jasad atau seseorang yang memiliki kelebihan energi kehidupan, yang saat masih hidup mampu menghimpun energi sehingga kapasitas energinya berlebihan. Roh ini digolongkan sebagai golongan roh yang “sakti”.

Tidak semua roh mampu bertahan lama untuk menjadi makhluk energi (ME).

Setiap ME butuh suplai energi untuk menjaga keberadaannya.

Roh yang istimewa ini ingin selalu mendapatkan energi, maka ia cenderung mencari tempat yang ideal.

Jika berkenan untuk mukim di suatu tempat, maka tempat tersebut inginnya jadi sebuah pundhen, ingin agar tempatnya dijadikan sebagai tempat untuk ngalap berkah.

Dan umumnya, roh-roh “sakti” ini betah bermukim dan singgah di puncak-puncak bukit, di batu besar, pohon besar, di pemakaman, di sungai, di kolam air, di benda-benda keras seperi batu akik dan benda pusaka yang dari logam.

Namun demikian ada juga ME yang tidak menetap dan tetap berada di jalur atas, dalam pewayangan disebut di ka-hyang-an.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *