Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah 31 Juli 1947 – #2

“Toegoe Joeang Blater”, adalah sebuah cagar budaya milik Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga di Desa Blater. Monument dalam bentuk tugu untuk mengenang dan mengabadikan “Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah, pada tanggal 31 Juli 1947” untuk mempertahankan kemerdekaan RI

(Artikel: #2 dari 4 bagian)

Mengirim Kurir.

Untuk lebih jelasnya maka komandan batalyon segera memerintahkan dua orang anggotanya untuk mendahului, memeriksa dan mencari informasi keadaan musuh. Kewaspadaan pasukan akan kedatangan musuh, mengalami kenaikan yang tinggi.

Dengan mengendarai sepeda motor, kedua kurir tersebut berangkat, menuju ke utara, ke arah Purbalingga. Sementara itu seluruh pasukan diperintahkan turun dari kereta api, untuk berjalan kaki dengan waspada menuju ke utara.

Pasukan yang di depan adalah tim dari Kompi H (Hardoyo), disusul oleh tim staf batalyon, kemudian diikuti oleh tim dari Kompi I (Idris), dan di paling belakang adalah tim peralatan dan logistik.

Sementara itu kurir yang bersepeda motor, ketika baru saja sampai di sebelah selatan jembatan Kali Ponggawa, tiba-tiba kurir harus segera berbalik kembali ke selatan. Gelagat musuh sudah jelas terlintas.

Melihat kurir yang seperti tergesa kembali, komandan tanggap bahwa ada isyarat yang tidak baik, untuk amannya, pasukan segera diperintahkan untuk segera mundur ke arah selatan. Benar saja.

Sambil naik sepeda motor, tanpa turun dari kendaraan, kurir tersebut meneriakkan kata: “Awas, musuh sudah ada di depan!” Maksudnya musuh sudah pada posisi di wilayah Kalimanah Wetan.

Serangan Mendadak

Benar! Ternyata tak lama kemudian dari arah utara, dari desa Kalimanah Wetan, muncullah pasukan Belanda yang berkendaraan teng. Pihak Belanda yang melihat ada sepeda motor balik arah, langsung berpikir, kemungkinannya yang bersepeda motor itu adalah musuhnya, maka mereka segera menembakkan senapan mesinnya dengan gencar ke arah selatan.

Pagi itu kebetulan, turun kabut sangat tebal, sehingga seakan-akan pasukan Belanda itu seperti muncul dari dalam kabut. Pasukan kita sedikit panik. Dalam keadaan mendadak seperti ini, tentu saja tidak ada peluang bagi tentara kita untuk menyusun strategi dan taktik yang baik untuk melakukan perlawanan.

Satu- satunya cara agar tidak mati konyol adalah dengan mencoba menyelamatkan diri. “Berlindung!” komando yang terdengar diteriakkan sebagai perintah.  Menurut komandan, selamat adalah hal yang harus diutamakan.

Mencari Tempat Berlindung

Tim H yang di depan, yang langsung berhadapan dengan musuh, dengan cepat menghindari serangan dan segera berlindung. Pasukan H berlindung, dengan cara melorot, turun, memasuki sungai Ponggawa, perbatasan Desa Blater – Sidakangen.

Konvoi Belanda, di bagian depan, dikawal kendaraan lapis baja, kemudian disambung dengan puluhan truk, yang penuh dengan pasukan Belanda, Gurka dan Anjing-anjing NIKA-nya, mereka terus menghamburkan peluru, peluru seperti hujan ke seluruh penjuru.

Pasukan Kompi I yang berada di belakang, yang tepat di lokasi jalan raya dan pesawahan, sedikit panic juga. Berada di tempat terbuka adalah sasaran tembak yang ideal. Tidak sempat mencari tempat perlindungan yang baik, posisinya sangat membahayakan.

Kompi I, tidak mungkin berani menghadapi gencarnya tembakan musuh yang sudah membabi, buta. Bunyi rentetan senjata semakin dekat. Beruntung saat itu tanaman padi yang sedang menguning cukup untuk menutupi gerakan pasukan. Komandan kompi hanya dapat memberi komando: “Tiaraaaaap!”

Berkelit Dari Sasaran Laras Teng

Teng-teng Belanda merayap sebagai pembuka jalan, berhiaskan desingan peluru. Pasukan Kompi I seketika menghadapi peluru yang keluar dari laras senjata dari teng. Agar tidak tertembak satu-satunya jalan adalah mendekati posisi teng.

Sambil terus tiarap, banyak dari pasukan kita, untuk menyelamatkan diri dari sambaran peluru mitraliur pasukan teng. Mereka justru harus mendekati posisi teng yang berada di jalan raya.

Para pejuang sudah mengetahui, bahwa laras (lup) senjata yang terpasang pada teng, walaupun dapat berputar-putar, dan dapat diarahkan ke bawah dan ke atas, namun mempunyai “titik sudut mati”. Artinya jika diarahkan ke bawah ada batasnya, ke atas juga ada batasnya. Pada sudut titik mati bawah, senjata tidak sudah tidak dapat di kebawahkan lagi.

Untuk menghindari tembakan ke arah bawah itu, maka sasarannya harus berusaha berada lebih dekat dengan teng, dengan posisi bertiarap. Dekat teng dan bertiarap, dengan posisi tersebut pasukan dapat terhindar dari tembakan yang keluar dari laras senjata. Karena laras senjata sudah berada pada titik sudut mati bawah.

Tetapi bagaimanapun tahannya pasukan kita, karena ditodong dengan senjata, pelurunya menyambar-nyambar bagaikan hujan di atas kepala, maka ada sementara pasukan yang tidak tahan dan berusaha menjauhi musuh dengan cara berguling-guling ke arah timur jalan raya, menuju ke sawah yang saat itu padinya sedang menguning.

Dan seperti yang dikatakan di atas, kalau di situasi demikian, jika menjauhi kendaraan teng, pasti mengakibatkan situasi yang lebih berbahaya. Kenyataannya kebanyakan yang terkena tembakan musuh adalah mereka yang berjarak lebih jauh dari kendaraan teng.

Belanda Bertempur Sambil Berjalan

Pasukan Belanda ini rupanya tidak ada perintah untuk berhenti, perjalanan mereka terus dilanjutkan. Namun seluruh kendaraan saat berjalan pelan itu, sambil menembakkan pelurunya ke segala arah.

Setelah pasukan teng berjalan, di belakangnya puluhan truk yang berisi pasukan. Dan mereka rupanya yakin bahwa dengan tanpa berhenti untuk menurunkan pasukan, Belanda dapat mengalahkan pasukan kita.

Dan memang demikian, karena pertempuran ini tidak seimbang sama sekali, Belanda dengan persenjataan yang lengkap dan modern, terus secara berantai, bergantian, bergiliran memuntahkan peluru ke pasukan TNI.

Sambil berjalan. Tiga teng berlalu, datang lima teng berikutnya. Lima truk berlalu, datang puluhan truk berikutnya. Masing-masing truk penuh berisi pasukan, yang dari moncong senjatanya keluar peluru mengarah ke kanan-kiri jalan raya, yang menurut mereka dimungkinkan ada para pejuang yang bersembunyi.

==

Semoga bermanfaat

Merdeka!

Toto Endargo

.

bersambung ke : Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah 31 Juli 1947 – #3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *