Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah 31 Juli 1947 – #1

“Toegoe Joeang Blater”, adalah sebuah cagar budaya milik Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga di Desa Blater. Monument dalam bentuk tugu untuk mengenang dan mengabadikan “Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah, pada tanggal 31 Juli 1947” untuk mempertahankan kemerdekaan RI

(Artikel: #1 dari 4 bagian)

Tulisan ini diambil dari tulisan Bapak Soeparno, Penilik Kebudayaan, Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Kalimanah, Tahun 1988, dengan beberapa tambahan yang disengaja agar kisah ini dapat dipahami secara lebih nyaman.

Laporan Kurir

Menurut laporan kurir yang dikirim oleh komandan TNI ke daerah-daeralı perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, kurir menerangkan bahwa tentara Belanda setelah menduduki kota Cirebon, kemudian terus bergerak ke timur dan selatan, menyerang kota-kota di daerah Karesidenan Pekalongan.

Dengan demikian diperkirakan daerah Karesidenan Banyumas tidak akan luput dari serangan Belanda. Maka seluruh kekuatan yang ada, harus segera disiap siagakan, baik kekuatan militer maupun kekuatan rakyat. Di desa-desa para pemuda dilatih, digembleng secara terus menerus dalam taktik dasar perang, diadakan pos-pos penjagaan, dan di setiap pekarangan rumah-rumah penduduk dibuatkan lubang-lubang perlindungan

Perang Urat Syaraf

Sebelum menyerang langsung ke daerah di Karesidenan Banyumas. Belanda rupa-rupanya mengadakan perang urat syaraf, hal itu dimaksudkan untuk menurunkan mental prajurit-prajurit kita, juga untuk membuat rakyat menjadi panik dan ketakutan.

Serangan dari Kapal Perang Belanda, dan sebuah pesawat terbang yang menyerang terhadap pertahanan kita di pantai Nusakambangan, Cilacap, ternyata dapat dihancurkan oleh meriam-meriam tentara kita. Namun demikian akhirnya pertahanan kita pun dapat dilumpuhkan juga oleh agresivitas pesawat terbang Belanda.

Selain di Cilacap, di daerah perbatasan Kabupaten Purbalingga dan Banyumas, tepatnya di Desa Banjarsari Kidul, Kecamatan Sokaraja, dan Desa Mejingklak Kecamatan Kemangkon, pada hari Selasa Kliwon tanggal 23 Juli 1947 sekitar jam 15.00 WIB juga dijatuhi beberapa buah bom oleh pesawat terbang (bomber) Belanda. Hal tersebut menjadikan rakyat di daerah sekitarnya memang menjadi panik.

Situasi semakin menjadi mencekam, karena pihak Belanda melalui kaki tangan dan mata-matanya sengaja menyebarkan berita-berita atau isyu-isyu negative, untuk membuat rakyat menjadi semakin takut dan panik.

Hujan Peluru Hari Kamis Wage di Desa Blater

Untuk diketahui, bahwa kekuatan inti dari TNI, di daerah Karesidenan Banyumas ada tiga Batalyon.

Dua Batalyon diperintahkan untuk bertahan di jalur barat, yaitu di perbatasan Banyumas – Pekalongan (daerah Bumiayu). Sedangkan Bataliyon IV Cilacap dipersiapkan untuk bertahan di jalur timur, yaitu di daerah perbatasan Kabupaten Pemalang – Kabupaten Purbalingga

Untuk terjadinya pertempuran, khususnya di desa Blater, dikisahkan agak lebih terinci sebagai berikut:

Perintah Mayor Wongsoatmodjo

Pada hari Rabu Pon, tanggal 30 Juli 1947, kira-kira jam 18:00 komandan Bataliyon Cilacap Bapak Mayor Wongsoatmodjo memberi perintah kepada Komandan Kompi Bapak Hardojo (H) dan Komandan Kompi Bapak Idris (I), untuk berangkat bersama ke perbatasan Kabupaten Purbalingga – Kabupaten Pemalang.

Tugas utamanya untuk memperkuat pasukan dari Bataliyon I Purbalingga yang siap mengadakan pertahanan di perbatasan Pemalang – Purbalingga. Pasukan dari dua kompi itu segera berangkat dari Cilacap sekitar jam 20.00, dipimpin langsung oleh Danyon (Bp. Wongsoatmodjo) beserta staf komandonya. Pasukan itu berangkat dengan menumpang kereta api uap dengan tujuan ke stasiun Purbalingga lewat stasiun Purwokerto, Stasiun Raya. Namun karena dalam perjalanannya kesulitan pengadaan kayu sebagai bahan bakar, maka saat sekitar pukul 04.00, pagi, kereta api baru bisa berangkat dari Purwokerto menuju Purbalingga. Saat itu Hari Kamis Wage, Tanggal 31 Juli 1947.

Rentetan Bunyi Senapan

Kamis Wage dini hari, sebenarnya sudah ada rentetan bunyi senapan, mulai terdengar sekitar pukul 03.00, saat waktu sahur. Bulan itu kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadhan, hari kesepuluh. Penduduk bersiap untuk makan sahur, sebagai bagian dari rukun melaksanakan ibadah puasa hari itu. Makan sahur di waktu dini hari, jaman dulu, adalah hal yang wajar.

Demi mendengar suara rentetan senapan, seluruh penduduk desa Blater khususnya, Sidakangen dan sekitarnya segera bangun, bangkit dari tidurnya dan terus menyimak, mendengarkan bunyi senapan, mencermati arah sumber bunyi, dan diperkirakan kejadiannya masih di tempat yang jauh.

Tanggap dengan situasi tersebut, ibu-ibu segera bersiap siaga, pergi ke dapur untuk memasak makanan. Ada kemungkinan hari ini akan terjadi situasi gawat, kondisi darurat. Khawatir jika nanti siang tidak ada kesempatan untuk memasak makanan.

Lain lagi di pihak para pemuda, dengan hati berdebar-debar, para pemuda segera berkeliling kampung, membangunkan penduduk, kemungkinan masih ada yang enak-enak tidur. Di samping membangunkan untuk makan sahur, sambil juga memerintahkan, agar setiap laki-laki, untuk bersiap-siap, karena menurut kabar, pasukan Belanda telah memasuki wilayah Purbalingga

Kereta Api Dihentikan di Halte Jompo

Kereta api uap pembawa dua pasukan yang berangkat dari Purwokerto akhirnya sampai di Halte Banjarsari dan melewatinya. Namun ketika sampai di Halte Jompo, kereta api terpaksa harus dihentikan. Saat itu waktu sekitar pukul 06.00, suasana masih berkabut.

Ternyata dari halte Jompo itu, agak jelas, sudah dapat terdengar rentetan bunyi senapan, letusan granat dan bunyi senjata lainnya. Sepertinya rentetan itu terus menerus sepanjang jalan, tak ada hentinya.

Rupanya musuh atau Pasukan Belanda dalam perjalanannya menuju ke Purwokerto, mendapatkan gangguan atau mungkin sengaja menghamburkan peluru untuk membuat rasa panik dan takutnya masyarakat.

Namun disisi lain membuat para pejuang menjadi semakin waspada, karena mengetahui ada musuh, sekaligus dapat mengira-ira banyaknya pasukan, senjata apa yang digunakan dan jarak sekarang dari posisi para pejuang.

==

Semoga bermanfaat

Merdeka!

Toto Endargo

.

Bersambung ke: Pertempuran di Palagan Blater, Kalimanah 31 Juli 1947 – #2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *