Jedding adalah nama sebuah tempat di perbatasan desa, konon ada yang tak kasat mata, dan menjadi penghuni reruntuhan di tengah sawah itu.
Bangunan Rusak
Jedding awalnya adalah nama tandon air untuk lokomotif lori pengangkut batang tebu. Namun kini menjadi nama tempat di perbatasan antara wilayah Sidakangen, Kalimanah Wetan, dan Karangpetir.
Reruntuhan bangunan penampungan air ini memiliki tembok tebal, khas bangunan Belanda, ukuran bangunan adalah 3 x 3 meter, tinggi tembok juga 3 meter. Di sebelahnya ada bekas sebuah sumur dengan diameter bibir sumur sekitar 2,5 meter, diameter lubang sekitar 2 meter.
Keadaan sisa-sisa jejak jeding ini hanya berupa tembok, yang tinggal separuh dan sebuah sumur yang berlumut, dikepung belukar, beberapa pohon pisang. Sebuah bangunan yang sudah rusak. Jika siang panas terik, namun jika malam dan terang cuaca, indah sekali untuk menikmati kerlip bintang di langit.
Nomor Buntut
Seperti juga di berbagai tempat, kalau ada tempat yang dianggap wingit maka dimungkinkan di situ bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan nomor buntut yang tepat dan tembus ketika diundi
Seorang pemuda dari desa sebelah, sebut saja namanya si Juki, sudah berpuasa selama sepuluh hari, dimulai dari hari Selasa Kliwon sehingga kini jatuh di malam Jumat Kliwon
Habis maghrib dia pergi menuju ke Jedding ditemani oleh satu orang teman akrabnya si Karib, sampai di Jedding keduanya bersemedi dengan niat untuk meminta rejeki, untuk mendapatkan wangsit nomor buntut yang tepat dan pasti tembus.
Penghuni Jedding
Sekitar jam sembilan malam rupa-rupanya ritual semedi si Juki diterima oleh penghuni Jedding, terlihat oleh si Juki, sesosok ular besar, hanya dapat dilihat oleh Juki, berada di hadapannya.
Namun, ternyata si Juki, justru ketakutan melihat ular besar tersebut, sehingga dia menuding-nuding sambil berkata-kata mengusir agar ular tersebut pergi, dan uniknya si Karib tidak tahu dengan apa yang dilihat dan dilakukan oleh si Juki.
Yang terjadi kemudian adalah tiba-tiba si Juki seperti jatuh tertelungkup, tengkurap dan menggeliat – geliat, menggeser – geserkan perutnya persis seperti ular yang sedang berjalan. Si Karib pun bingung, apa yang harus dilakukan.
Ngoser
Kebetulan Pak Diro orang Kalibogor, Karangpetir, datang ke dekat Jedding, ingin memeriksa air yang mengairi sawahnya, karena sawah Pak Diro, persis di sebelah timur Jedding.
Pak Diro tertegun, dalam terangnya cahaya bintang, dia melihat ada orang yang sedang menggeser-geserkan perutnya, ngoser, di tanah menuju ke jalan yang lebar bekas rel lori.
Dan kemudian terjadi tanya jawab yang seluruhnya menggunakan bahasa Jawa Banyumasan.
“Loh, sedang apa sih kamu berdua? Ada yang tiduran, apa kamu sedang mabuk, minum-minum, teler ya?”
“Tidak Pak, ini teman saya sedang kesurupan!”
“Kesurupan di mana?”
“Di situ, bekas jeding!’
Hah!
Dialog
Lalu Pak Diro mendekati yang sedang kesurupan. Memegang tengkuknya sambil berkata:
“Heh, kamu siapa yang masuk ke raga anak ini? Siapa!” tanya Pak Diro dengan suara keras.
“Tidak usah tanya, saya paham tentang kamu!” jawaban keluar dari mulut si Juki dengan nada suara berat.
“Oh, kamu paham saya, kenapa kamu masuk ke raga anak ini?”
“Anak ini kurang ajar, tadi manggil-manggil saya, minta – minta, saya sedang mendinginkan badan, disuruh datang!”
“Kamu datang?”
“Iya. Ketika saya datang, malah saya dituding-tuding, disuruh pergi, tidak sopan!”
“Ya sudah kalau begitu anak ini dimaafkan! Anak ini mungkin sedang kelaparan, jadi kamu yang harus mengalah! Sudah kamu keluar saja!”
“Tidak mau!”
“Tidak mau keluar, apa kamu ingin berkelahi dengan saya? Sama-sama umat Gusti Allah, tapi saya manusia pasti lebih dihargai daripada kamu. Kamu harus keluar!”
“Ya nanti!”
“Kalau nanti, berarti kamu minta dipaksa ya!”
Semua terdiam. Menunggu reaksi dari yang kesurupan.
Ternyata setelah ditunggu sekitar lima menit, penghuni Jedding, belum keluar dari raga si Juki. Anaknya masih kelihatan dalam kondisi kesurupan.
Gembrubug
Kemudian sambil menahan nafas, Pak Diro membaca Al Fatihah tujuh kali. Namun penghuni Jedding, ternyata belum keluar juga. Bahkan kemudian ada suara gembrubug, seperti ada angin ribut. Si Karib bertanya, “Suara apa ini, tidak ada angin tapi gembrubug?”
“Sudah nggak usah tanya-tanya, ini masih belum mau keluar!” jawab Pak Diro.
Karena belum keluar juga, maka dicari telapak tangan kanan si Juki, di antara ibu jari dengan jari telunjuk, dipenjetnya keras-keras!
“Keluar!” bentak Pak Diro.
Ternyata si Juki, ngoget, mirip gerakan ekor ular, seperti mau melawan.
“Kamu mau melawan saya, apa? Keluar!” kembali, bentak Pak Diro.
Sejenak kemudian ternyata si Juki, sadar.
Lima menit kemudian, si Juki ditanya oleh si Karib, “Dapat wangsit nomor berapa?”
Si Juki menggelengkan kepala.
“Mbuhlah!”
Ki Antaboga
Dari cerita seseorang yang pernah menyepi di Jedding dan sempat mendapatkan wangsit, diceritakan bahwa yang ada di situ memang seekor ular besar, dan menurut pengakuan si penghuni itu, namanya Ki Antaboga.
Jadi jika ingin bertemu dengan Ki Antaboga, silakan puasa sepuluh hari, dimulai hari Selasa Kliwon, dan kemudian bersemedi di sekitar reruntuhan jeding itu, pada malam Jumat Kliwon, semoga bertemu!
Hehe!
Begitulah satu cerita tentang penghuni tempat yang diberi nama Jedding, di sebelah timur Puskesmas Kalimanah, di depan pintu gerbang Perumahan Permata Perwira, belok kanan, lurus, di pojok belokan yang ke arah timur, di situlah letak wilayah Jedding.
.
Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu, semoga menjadi tahu.
***
Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun
Toto Endargo
.
Catatan: Terimakasih untuk Pak Diro, yang sudah berkenan bercerita untuk saya. Semoga selalu sehat sejahtera bersama keluarga.