Pasar Tugu Taman Badhog Purbalingga (3)

Cerita tentang Pasar Mandiri, Tugu PHKN sudah, sekarang cerita tentang Taman Maerakaca.

Taman Maerakaca

Dalam ceritera wayang Taman Maerakaca itu adanya di Negeri Pancala. Taman yang dibangun hasil sayembara untuk memperistri Dewi Srikandi.

Taman ini juga jadi arena peperangan antara Arjuna dengan Prabu Jungkung Mardeya, dalam rangka memperebutkan Dewi Srikandi itu.

Dan sekitar tahun 1970, Maerakaca menjadi nama taman di utara Kodim 0702 Purbalingga.

Maerakaca, dari kata “mawra = menyebar” dan “kaca = cermin”, jadi Taman Maerakaca dapat diartikan sebagai tempat yang disediakan untuk istirahat, sambil bercermin diri, dan untuk menyebarkan cahaya kebaikan.

Dulu sampai sekitar tahun 1990, taman Maerakaca, bersebelahan dengan Kodim, tidak ada jalan aspal yang membelahnya. Taman sangat sederhana, hanya ada beberapa pohon flamboyan, dan banyak rimbunan bunga alamanda.

Di tengah taman ada jalan setapak membelah untuk penduduk yang ada di wilayah timur Kodim. Walaupun di kota, dan cukup luas, namun taman ini tidak cukup terawat.

Seiring dengan waktu, penjual pertama di dalam taman adalah Es Kombinasi, cikal bakal Es Duren yang khas melegenda. Dan kemudian berdiri pula warung bakso Aspri di dalam taman.

Kuah Hoaks

Penjual bakso, masih belum banyak, rasa Bakso Aspri menjadi terkenal. Laris manis.

Saking ramainya para pembeli, sang penjual kerepotan dan membiarkan pembeli boleh mengambil, nyiduk, kuah sendiri.

Salah satu penyedap kuah bakso itu adalah lemak, gajih, yang berbentuk lembaran.

Sang pembeli saat nyiduk kuah, lembar lemak ikut terciduk. Celakanya lembar lemak itu dikiranya lembaran celdam.

Gegerlah seantero wilayah, bahwa bakso Aspri, laris karena menggunakan tumbal celdam. Omset penjualan baksos segerat turun drastis.

TV Umum

Tahun 1983 di sebelah barat juga ada terpasang TV umum. TV masih menjadi barang langka. Yang doyan menonton TV, rela membawa dhingklik sendiri-sendiri.

Konon kalau ada siaran tinju, Muhammad Ali yang bertanding. Tempat TV Umum, penuh dengan penonton.

Terminal Bambu

Dulu, sebelum ada jembatan yang sekarang, jalan aspal ke Jatisaba itu, menyusuri tepi sungai Klawing. Jadi, jika dari arah timur, depan Kantor Pengadilan, terus lurus ke barat, menjelang jembatan yang sekarang, belok kiri, jalan sedikit naik, sampai ke pertigaan.

Wilayah tepi sungai, di utara jalan, dulu adalah untuk terminal bambu. Rakit-rakit bambu menggunakan Sungai Klawing sebagai penghela bambu, dari hulu sampai ke Bancar.

Rakit ditarik ke tepian dan bertumpuk di tepi jalan. Sampai sekitar tahun 1990-an, yang sekarang menjadi taman itu, dahulu sesungguhnya adalah jalan aspal dan terminal bambu.

BACA JUGA : Pasar Badhog

“Seperti pelabuhan bambu, ya Pak?”
“Iya! Ada pohon waru, siswa STM sering nongkrong di situ, pokoknya jaman dulu sekolah itu santai, bawa buku hanya satu. YPT, yang penting tamat!”
“Apa bangga, jadi siswa STM?”
“Banggalah! Anak STM itu kompak”
“Oh, gitu ya Pak?
“Ya, begitulah!”
.
Nuwun
====
.
totoendargo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *