Pasar Tugu Taman Badhog Purbalingga (1)

Cerita singkat tentang pasar Mandiri, Tugu Bancar, Taman Maerakaca dan Pasar Badhog, Bancar.

Pasar Mandiri

Sebelum sampai ke pasar Mandiri cerita dulu hal pasar krempyeng.

Pasar Badhog Krempyeng

Dahulu di jalan Pujowiyoto, di dekat perempatan SD Purbalingga Wetan ada pasar. Pasar krempyeng, pasar yang ramainya hanya di waktu pagi, sampai sekitar jam sepuluh, setelah jam tersebut pasar sudah sepi kembali.

Di pasar ini, walau ada juga yang menjual ayam, namun mayoritas para pedagang jualannya adalah jajan pasar dan sayuran.

Di pasar krempyeng, para penjual, untuk lapak, mayoritas menggunakan lincak lebar yang ada lubangnya untuk duduk penjual.

Lincak ditata berderet di pinggir jalan, baik tepi timur maupun tepi barat. Di depan toko-toko yang ada, sehingga memenuhi badan jalan.

Semua tanpa atap. Jadi kalau hujan ya minggir, berteduh di emperan sekitar.

Bakul ayam pakai sepeda berkeranjang, bakul daging pakai meja. Ada juga yang hanya pakai tampah, yang ditaruh di atas rinjing.

Dengan keadaan tersebut maka pedagang dan pembeli, layaknya pasar tumpah, mereka memenuhi jalan dan mengganggu lalu lintas.

Karena pasar krempyeng maka sekitar pukul 10 – 11, sudah tidak ada transaksi, lincak sudah ditata miring di emperan toko dan rumah sekitar.

Pasar krempyeng berdiri, ada karena satu demi satu pedagang buka lapak. Tidak ada fasilitas apapun dari pemerintah. Bahkan menarik retribusi pun, sepertinya tidak ada.

Sehingga ketika pasar krempyeng bubar atau dibubarkan, tidak akan ada bekasnya secara permanen. Yang ada hanya kenangan dalam ingatan. Kenangann yang pasti adalah, Pasar Krempyeng sangat mengganggu lalu lintas.

Begitu!

Badhogan

Pasar krempyeng di pinggir jalan Pujowiyoto ini, masyarakat mengenalnya dengan nama Pasar Badhog.

Kata mbadhog, yang berarti makan, dan badhogan artinya makanan, maka kata “badhog” rupanya sengaja disematkan untuk nama pasar ini, karena di pasar banyak yang menjual makanan, atau badhogan itu.

Sebenarnya kata badhog, badhogan, mbadhog, adalah bahasa ngoko kasar, kurang sopan, tapi apa boleh buat, begitulah yang tersaji dan terjadi.

Dalam hal ini, ternyata kata badhogan menjadi lebih populer dibandingkan dengan kata jajanan atau panganan.

Jadi dahulu sudah ada pasar badhog, pasar yang mayoritas menyajikan makanan, atau badhogan, jajan pasar, dan itu berada di Jalan Pujowiyoto.

Jadi Mandiri

 

Seiring dengan waktu, keramaian pasar ini akhirnya mengganggu lalu lintas, maka sekitar tahun 1990-an, pasar ini lokasinya digeser, ke lahan tanah Makam Narasoma yang berada di barat jalan.
Para pedagang pun, suka tidak suka pindah ke lokasi baru tersebut.

Dan walaupun pedagang dan jualannya sama, ternyata nama pasarnya diubah, dengan nama: Pasar Mandiri.

Maka berakhirlah riwayat pasar badhog yang berada di perempatan dekat Bu Timah, pedagang sayuran yang dulu legendaris.

Begitulah sedikit cerita tentang awal-mula Pasar Mandiri, Purbalingga, yang sesungguhnya berawal dari pasar badhog versi lama.
Semoga berkenan.
===

Baca Juga : Tugu Bancar

“Dulu, pernah beli apa di Pasar Badhog, Pak?”
“Jiwel”
“Kok, jiwel?”
“Iya, jiwel, yang kalau makan dijiweli, terus dimasukkan ke mulut!”
“Oh! Kalau jongkong, bagaimana?’
“Jongkong, kalau makan langsung di jongkongkan ke mulut!”
“Lah kalau pipis?”
“Pipis, ya pipis dulu lah, baru boleh makan!”
“Bukan, dipipisi dahulu, baru dimakan?”
“Nggaklah! Jorok itu!”

Nuwun
=======
.
totoendargo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *