Trisakti
Bercermin dari prinsip hidup kaum marhaen, muncullah gagasan Bung Karno.
Bahwa bangsa Indonesia juga harus memiliki prinsip berdikari sebagai jalan menuju masyarakat sejahtera.
Gagasan tersebut dikenal dengan sebutan Trisakti. Tiga kemandirian: mandiri di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Dengan perwujudan: Cintai dan pakailah produksi dalam negeri.
Ketiga bidang itu, hendaknya: digali, dikembangkan dan diterapkan di dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Gagasan ini mirip dengan prinsip Swadesi, milik Mahatma Gandhi di India.
Dan tahun 1965 kata Trisakti, dijadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi, yaitu: Universitas Trisakti.
Budaya Marhaen
Kemandirian di bidang budaya.
Artinya polah, perilaku, tabiat, pakaian, bahasa, bangunan, dan bahkan cara berkesenian dan berteknologi, berakar dari budaya Indonesia.
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Lombok, dan lainnya jadi sumber inspirasi budaya.
Kurang apa maning?
Jadi Budaya Marhaen adalah prinsip Bangsa Indonesia untuk mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan budaya sendiri, budaya bangsa Indonesia.
Bukan secara terstruktur, masif dan sistematis, justru mengembangkan budaya negara lain.
Bukan malah dengan bangga menggunakan dan mendesain secara teratur dan menyeluruh, agar budaya negara lain dapat menggantikan budaya sendiri.
Hehe, tetapi sesungguhnya, tanpa marhaenisme pun, seharusnya, semua tetap cinta budaya bangsa sendiri, budaya Indonesia.
Begitu!
Ekonomi Marhaen
Hal ekonomi cukup sederhana, pakailah produksi dalam negeri, dengan demikian perputaran uang ada di dalam negeri, sehingga roda perekonomian lancar.
Yang ironis adalah para petani, merekalah yang sesungguhnya, yang menyiapkan dan memenuhi kebutuhan dasar manusia, makanan! Tetapi nyatanya yang hidup berkecukupan, mayoritas, justru bukan petani.
Kenapa? Karena petani terpikat dengan aksesoris kebutuhan sekunder, dll.
Padahal jika petani sadar, bahwa sekaya apapun, seseorang, jika tidak ada makanan, bisa kelaparan, lemas, sakit, kolaps, dan bisa juga meninggal.
Jadi dalam hal kebutuhan untuk hidup, makanan jauh lebih berharga daripada emas atau berlian.
Kembali lagi ke Ekonomi Marhaen, bahwa prinsip marhaen yang mandiri, tentu dapat menjadi pendorong jiwa swa, jiwa mandiri, swadesi, swasembada, swakarya, dan swa yang lain.
Bahkan jiwa swa yang mendorong seseorang untuk berani berwiraswasta.
Mereka yang terjun dalam kehidupan wiraswasta, pastilah mereka yang punya semangat Marhaen, semangat untuk mandiri.
Apriori dan Risi
Jangan beranggapan negatif di awal-awal ketika mendengar kata marhaen, sebelum mengetahui dengan benar, makna dari prinsip marhaen.
Jangan risi saat mendengar kata marhaen, karena predikat marhaen adalah predikat untuk mereka yang berani mangarungi hidup dan kehidupan secara mandiri.
Jika Anda punya usaha dengan prinsip mandiri, sepertinya, dapat juga digolongkan sebagai bagian dari kaum marhaen.
Oke!
==
“Interupsi, Pak!’
“Apa? Ngganggu wong agi nulis!”
“Pak, terangna bentuk bidang politik!”
“Maksudnya, prisip bidang politik model Indonesia?”
“Nggih, Pak!”
“Ya, baca saja dan hayati setiap kata dan kalimat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945!”
“Lah … Pak, ditanya malah nyuruh?”
“Hehe, pernah diajar bab Pancasila, apa belum sie?”
“Sudah”
“Ya, sudah! Mulane aja turu dhong agi dewulang!”
“Lah!”
.
Ngapunten
Lagi madan kepengin crita
Semoga bermanfaat
Aamiin.