Kisah Putri Nogong dan Ikan Tambra di Sekitar Desa Tangkisan – Onje, Purbalingga

Putri Nogong

Nogong adalah sebuah dusun di wilayah Desa Tangkisan, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Konon terkenal dengan gadis-gadisnya yang cantik, bahkan dahulu beberapa gadis Nogong menjadi selir pejabat Kadipaten Purbalingga. Dahulu!

Satu gadis yang cantik dan terkenal kesalehannya, sebut saja, bernama Putri Selasih. Pemuda setempat yang sangat mencintainya berhasil menyunting gadis cantik tersebut. Karena cintanya, suaminya bersikap sangat protektif, dan mudah cemburu.

 

Kedhung Nanggung
Kedhung Nanggung

Tukang Jala

Tak jauh dari dusun Nogong, mengalir deras sungai Klawing. Airnya bening dan di setiap tempat terdapat lubuk atau kedhung. Ada satu lubuk yang sangat disukai oleh Putri Selasih untuk mandi dan mencuci baju.

Bahwa setiap lubuk, kedhung, setiap kali tentu ada tukang jala yang mencari ikan di lubuk-lubuk tersebut. Ada satu tukang jala, yang tampan dan juga mencari ikan di lubuk tempat Putri Selasih suka mandi.

Dengan demikian antara tukang jala dengan Putri Selasih saling mengenal. Perkenalan tersebut sangat menggangu kenyamanan suami sang Putri.

Dhudheng Jaya

Diyakini oleh masyarakat setempat bahwa setiap lubuk, setiap kedhung pasti ada penghuninya, makhluk halus, yang tidak terlihat mata, namun pasti ada dan menguasai wilayahnya.

Yang mbau reksa, danyang, lubuk tempat Putri Selasih mandi adalah Ki Dhudheng Jaya. Ia menguasai apa yang ada di lubuk tersebut, termasuk para penghuninya seperti, ikan, pelus, bulus, yuyu, bahkan sampai tanaman di sekitar kedhung.

Ikan Tambra

Adalah ikan yang menjadi idaman para penjala dan pemancing. Bentuknya bagus, badannya weweg karena berdaging.

Alkisah suatu hari, ketika Putri Selasih sendirian, mandi dengan kain pinjung sedada, Ki Dhudheng Jaya menggodanya dengan mengirimkan seekor ikan Tambra yang cukup besar.

Ikan Tambra, berenang mengitari sang putri, bahkan secara sengaja membelit-belitkan ekor dan badannya ke badan sang putri.

Demi melihat seekor ikan di dekatnya, sang Putri kemudian, dengan menggunakan salah satu kain yang dicucinya, menangkap ikan Tambra itu. Dengan bangga dan senangnya sang Putri pulang dengan membawa oleh-oleh seekor ikan Tambra ke rumah.

Uji Kesucian

Sang suami begitu mengetahui sang putri mendapatkan seekor ikan Tambra yang cukup besar, rasa curiga melanda dirinya.

Mana mungkin sang Putri mampu menangkap ikan Tambra yang cukup besar, pasti hasil pemberian tukang jala yang tampan itu.

Berlanjutlah tuduhan bahwa sang Putri telah selingkuh dengan tukang jala yang tampan, merasuki emosi sang suami tanpa kendali.

Walaupun istrinya telah mengatakan bahwa ikan itu benar-benar ditangkap olehnya, namun sang suami tetap tidak mempercayainya. Oleh sebab itu maka sang Putri mengatakan demikian:

“Bunuhlah aku, jika darahku berbau wangi berarti saya jujur, namun jika darahku berbau busuk itu pertanda bahwa saya tidak jujur dan telah selingkuh”

Diceritakan, pada akhirnya sang Putri benar-benar dibunuh oleh suaminya, dengan cara ditikam ulu hatinya.

Darah sang Putri memancar dengan menguarkan bau yang sangat harum, seketika membuat sang suami sangat menyesal atas kecerobohan tuduhan dan kekejamannya.

Roh sang Putri pun kemudian dijemput oleh Ki Dhudheng Jaya, diajaknya ke Sungai Klawing, untuk menemaninya menjadi penghuni lubuk tempat sang Putri sering mandi.

Kedhung Nanggung

Konon setelah itu banyak orang mandi di lubuk tersebut untuk mendapatkan berkah kesucian, ketulusan, dan kesetiaan Putri Selasih

Dan pada akhirnya yang mandi di situ tidak sekedar mandi, tapi juga memohon sesuatu lewat pertolongan putri Selasih, harapannya agar mudah terkabul.

Konon yang me – nanggung terkabulnya para pemohon, yang mandi di lubuk itu, adalah Putri Selasih, sedang Ki Dhudheng Jaya hanya mendampinginya. Oleh sebab itulah maka lubuk tersebut dikenal dengan nama Kedhung Nanggung.

Kedhung Nanggung, berada di tengah aliran sungai Klawing, di antara Desa Tangkisan dengan Desa onje. Di apit oleh Kedhung Maung dan Kedhung Nini. Berada di luar pemukiman dan juga berada di tengah lingkungan persawahan.

Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu, berkenan untuk menjadi tahu.
***

Semoga bermanfaat
Salam

Toto Endargo

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *