Ada sedikit kisah menarik yang terjadi saat Ki Gandanegara masih berjaya dan sempat membuat pamali di Desa Mangunegara dan Dukuh Tuwanwisa Karangturi Mrebet Purbalingga.
Kisah ini diawali dari pertengkaran penduduk karena berebut batang kayu Jengkol.
Dukuh Mangunegara
Ki Gandanegara bertempat tinggal di Mangunegara, sekarang masuk Kecamatan Mrebet, Purbalingga
Dukuh Mangunegara memang cukup unik karena di dalam dukuh Mangunegara beberapa RT memiliki nama khusus, istilahnya kolom, kolom adalah bagian dari dusun.
Misal nama Kolom Siaren untuk nama RT IV, Kolom Karangjengkol untuk RT VII. Dekat Kedhung Keder adalah Kolom Mindren, RT V. Lalu dimana Kolom Mangunegara?
Mangunegara aslinya adalah di sekitar Kedhung Beruk.
Kedhung Beruk
Kedhung Beruk adalah nama sebuah lubuk atau kedhung yang berada di aliran Sungai Paku.
Bentuk kedhungnya seperti beruk, cekung membulat seperti cekungan atau bulatan bathok kelapa.
Beruk sendiri adalah nama alat penakar beras. Dibuat dari bathok buah kelapa atau juga bisa dari bathok buah maja.
Saat itu belum ada nama Tuanwisa yang ada hanya Dukuh Kedhungberuk. Sekarang, letak Kedhung Beruk ada di sebelah timur jembatan yang menghubungkan Dusun Mangunegara dengan Dusun Tuanwisa.
Kayu Jengkol
Suatu hari dua orang Dukuh Kedhungberuk bertengkar rebutan batang kayu Jengkol. Kebetulan yang satu rumahnya di utara sungai Paku sebut saja namanya Kang Turus dan yang satu rumahnya di sebelah selatan Sungai Paku, sebut saja namanya Kang Suren.
Kang Turus telah menebang pohon Jengkol yang masih muda belum ber-galih, tengah batang kayunya belum keras, belum berwarna kecoklat-coklatan.
Ia bermaksud akan mengganti salah satu tiang rumahnya dengan kayu Jengkol itu. Kayu belum sempat ditratasi, belum dipotong-potong cabang dan rantingnya, dia tinggalkan karena harus pergi ke sawah merawat tanaman.
Sementara itu Kang Suren sedang butuh kayu bakar. Dengan tanpa pamit ke yang punya kayu, kayu dipotong-potong ukuran kayu bakar.
Kang Suren berpikir bahwa batang pohon jengkol itu oleh Kang Turus juga akan dibuat kayu bakar. Kalau untuk bangunan pasti dipilih kayu yang lebih keras, seperti kayu Trembesi, Mlandingan, Jati atau bahkan Glugu sekalian.
Sebagian potongan kayu Jengkol pun sempat diangkut ke rumah Kang Suren yang ada di selatan sungai.
Pertengkaran
Namun tak terkatakan, betapa marahnya Kang Turus melihat kayunya sudah dipotong-potong tanpa pemberitahuan.
Terjadi pertengkaran mulut. Kata-kata Kang Suren yang menyakitkan adalah: “Orang-orang utara sungai adalah orang-orang lugu yang tidak maju, karena membuat tiang rumah dari kayu yang tidak layak pakai, kayu yang sebaiknya hanya jadi kayu bakar”.
Kang Turus tidak kalah menyakitkan, ia berkata: “Orang-orang selatan sungai hidupnya sengsara, tidak punya modal, suka nunut, suka nebeng milik orang utara sungai”.
Pertengkaran menjadi-jadi dan timbul kehebohan di pinggir Kedhung Beruk. Pertengkaran tersebut akhirnya sampai ke telinga Ki Gandanegara.
Pamali
Ki Gandanegara terkenal kesaktiannya. Apa yang diucapkan bisa langsung terjadi.
Setelah mendengar kisah asal mula pertengkaran dan apa yang diucapkan oleh kedua orang yang rumahnya berseberangan sungai itu maka Ki Gandanegara mengucapkan pamali.
Pamali pertama adalah untuk orang-orang Kedhungberuk, yang di utara sungai. Orang-orang Kedhungberuk, tidak bakalan maju jika tetap hidup di Kedhungberuk. Kalau ingin maju harus keluar dari dukuh Kedhungberuk.
Pamali kedua untuk orang-orang di selatan sungai, melecehkan orang lain dan menganggap sebuah kayu tidak berharga. Sudah berusia lanjut (tua) namun tidak bisa menata kata, kata-katanya bagaikan bisa (wisa). Pamalinya adalah orang-orang di selatan sungai sulit untuk kaya dan berjaya.
Sedang pamali ketiga berhubungan dengan hari, peristiwa pertengkaran itu yang terjadi pada hari Senen Pahing, maka dipesankan agar orang-orang keturunan kedua orang yang bertengkar itu agar hati-hati jika punya kepentingan di hari Senen Pahing.
Waktu Berlalu
Pada akhirnya nama Dukuh Kedhungberuk lama kelamaan tidak dipakai lagi, mereka lebih suka disebut sebagai Dukuh Mangunegara. Sedang dukuh di sebelah selatan sungai kini dikenal dengan nama Tuanwisa (Tua-Wisa).
Hal hari Senen Pahing sampai sekarang orang-orang Tuanwisa, Mangunegara, dan Onje masih ada yang masih ngugemi, mematuhinya. Bersikap sangat hati-hati ketika mereka bebergian atau punya kegiatan penting di hari Senen Pahing.
Mengenai pamali bagi orang di utara sungai konon sampai sekarang masih bisa dibuktikan. Memang wajar kalau ingin maju, ingin berjaya ya keluar dusun, sekolah dan kuliah di luar kota. Kalau ingin berniaga ya harus berniaga di wilayah yang lebih luas, di luar dusun.
Lalu pamali untuk orang Tuanwisa, konon tahun-tahun dulu juga masih bisa dibuktikan dan dapat disebut contohnya. Orang yang sudah berusaha dan tampaknya akan menjadi orang sukses dan berjaya, tiba-tiba saja sakit atau terkena kendala secara mendadak.
Semoga dan sepertinya, sekarang pamali itu sudah punah dan tinggal menjadi cerita bagi anak cucu tentang kisah yang terjadi jaman kuna, kisah di jaman nenek dan kakek moyangnya.
Sekarang jaman maju, jaman internet, semua orang punya hak untuk berjaya dan bisa sukses.
Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu, berkenan juga untuk menjadi tahu.
***
Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun
Toto Endargo
.