Ada peribahasa atau ungkapan dalam bahasa Jawa bahwa “desa mawa cara, negara mawa tata” yang artinya bahwa setiap desa, setiap negara mempunyai cara dan aturan masing-masing sesuai kondisi setempat. Kondisi suatu wilayah inilah yang menimbulkan cerita yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
Dukuh Mesir berada di Onje sebelah timur, di seberang timur sungai Klawing. Jika ingin ke Dukuh Mesir dapat menggunakan sepeda motor. Dari depan Masjid Sayid kuning ke timur sedikit lalu belok kanan di pertigaan gang beraspal. Lewat gang beraspal ini terus ke selatan sampai menemukan pertigaan yang ke arah timur. Arah timur ini menuju ke pinggir Sungai Klawing, tempat wisata tubing. Ada jembatan sederhana melintang di atas Sungai Klawing. Jembatan dibuat dari besi, berpandasi beton, sebagai alas jembatan, dulu dari papan kayu, namun kini sudah diganti dengan lempengan besi, lebar jembatan sekitar dua meter. Dari jembatan ini harus belok kanan, arah ke selatan dan menyusuri tepi sungai, lurus terus sampai melewati dua jembatan. Jembatan pertama pembatasnya dibuat dari semen, namanya Kali Onje. Berikutnya menjelang jalan naik yang cukup curam ada jembatan lagi dengan pembatas dibuat dari besi, namanya Kali Bogo. Setelah jalan menanjak akan terlihat bangunan seperti pintu gerbang Majapahit, itulah pintu gerbang situs di Dukuh Mesir.
Rara Surtikanti
Cerita tentang Dukuh Mesir yang berhubungan erat dengan Kadipaten Onje dimulai dari putri cantik yang menjadi istri Adipati Tegal, Rara Surtikanti, lebih terkenal dengan nama Surti. Bahwa Kadipaten Onje pada akhirnya diperintah oleh dua orang adipati. Penguasa pertama adalah Ki Tepus Rumput yang diberi gelar oleh Sultan Pajang sebagai Kyai Adipati Ore-ore. Penguasa kedua adalah Adipati Anyakrapati, anak “tiri” Ki Tepusrumput.
![]() |
Peta Desa Onje – Dukuh Mesir |
Seperti diketahui bersama bahwa istri pertama Adipati Onje II, Adipati Anyakrapati adalah Dewi Pakuwati, putri Adipati Cipaku. Dari pernikahan ini menurunkan dua putra dan satu putri. Raden Mangunjaya, Raden Cakrakesuma dan Rara Banawati. Sebagai putra-putri adipati maka ketiganya diberi wilayah dan tempat tinggal di barat Kadipaten Onje.
Rara Kuningwati dinikahkan dengan Ngabdullah Syarif. Ngabdullah Syarif adalah penghulu Kadipaten Onje, seorang ulama mumpuni, pengelola dan pengurus serta Imam Besar di Masjid Onje. Setelah memperistri putri Adipati Onje, Ngabdullah Syarif, yang berasal dari Cirebon ini diberi gelar sebagai Raden Sayyid Kuning.
Rara Surtikanti, lebih dikenal dengan nama Surti. Sejak kecil ia akrab dengan Ki Lebdakandhah. Setiap ki dhalang mengadakan pentas, Rara Surti ingin dan minta selalu di sampingnya. Dari keakraban keduanya, maka Surti lebih pantas sebagai anak ki dhalang dibandingkan sebagai putri adipati.
Seiring dengan perjalanan waktu usia Rara Surtikanti menginjak remaja dewasa, umur 17 tahun. Suatu hari Surti diajak ayah angkatnya pentas di Kadipaten Tegal. Adipati Tegal terpikat dengan kecantikan sang putri Onje ini. Melamarnya dan keduanya menikah di Tegal. Dari pernikahan ini Surti dikaruniai seorang anak laki-laki.
Karena mengikuti kehendak putranya yang ingin menetap di daerah Onje, Rara Surti pun akhirnya menetap dan kembali ke Onje. Akhirnya kembali menghadap Tuhan di Onje juga. Konon Rara Surti makamnya ada di dekat makam kakeknya, Ki Tepusrumput. Tepatnya di sebuah bukit yang kini disebut sebagai Igir Surti. Namun karena dahulu ada bencana alam, tanah terban, tanah ambles yang melanda Igir Surti maka bencana ini mengakibatkan makam kedua tokoh Onje ini ikut terkubur tiada tersisa. Igir Surti letaknya di sebelah timur Desa Onje, masuk wilayah Desa Tangkisan.
Dusun Limbuk
![]() |
Punden – Salapada |
Ada satu dukuh lagi yang menggunakan nama unik dari tokoh wayang perempuan, biyung emban, Limbuk. Dukuh Limbuk ada di sebelah timur dukuh Mesir. Dukuh Limbuk masuk wilayah Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari. Dari Dusun Mesir belok ke kiri, ke timur, dengan mengikuti jalan yang sedikit berliku dan menanjak sampailah di Dukuh Limbuk.
Punden yang ada di Dukuh Limbuk adalah Ki Salapadha dan istrinya yang dimakamkan di Dukuh Limbuk. Keduanya meninggal ketika ada serangan Belanda. Dipercaya bahwa wulu wetu, hasil bumi, hasil menderes menyadap nira, membuat gula diyakini oleh penduduk Dukuh Limbuk bahwa semuanya penuh berkah.
![]() |
Brug gantung. Banjaran – Limbuk |
Ada tempat yang cukup menarik pula, namanya Pejahjaran. Dahulu kala ketika ada perang Diponegoro, kuda-kuda perang sampai juga ke wilayah Limbuk ini. Pertempuran dengan naik kuda terjadi. Beberapa kuda terkena senjata dan mati. Kuda mati inilah yang memunculkan nama Pejahjaran, kadang dijelaskan malah jadi Pejajaran. Padahal yang benar Pejahjaran. Pejah bahasa jawa krama artinya: mati. Jaran nama lain dari: kuda. Jadi Pejahjaran artinya Kuda tewas. Tewas dalam pertempuran.
Di samping cerita di atas, dikisahkan pula bahwa dahulu ada seorang dari Dukuh Limbuk yang sangat sakti. Tokoh ini memiliki kesaktian linuwih yaitu dapat mengubah dirinya menjadi seekor harimau Siliwangi. Karena Macan Siliwangi dari Pejajaran maka ajiannya disebut sebagai ajian Pejajaran. Tokoh ini dimakamkan di sekitar perbatasan Desa Onje dengan Desa Sindang, makamnya disebut sebagai Makam Pejajaran.
Menarik sekali untuk membicarakan keunikan di Desa Onje. Dengan nama-nama yang tersaji di wilayah Onje ini maka dapat disimpulkan bahwa seni pertunjukan wayang dahulu sepertinya sangat favorit di Kadipaten Onje.
![]() |
Jalan Menuju Dusun Mesir |
Suatu hari Rara Surtikanti sebagai remaja yang cantik, di usia 17 tahun, diajak oleh ayah angkatnya untuk mendampinginya ikut pentas di Kadipaten Tegal. Melihat kecantikan Rara Surti, Sang Adipati Tegal sangat terpesona dan jatuh cinta. Adipati Tegal segera melamarnya untuk diperistri. Rara Surtikanti mendampingi suaminya bertempat tinggal di Tegal. Dari perkawinan Adipati Tegal dengan Putri Surtikanti lahirlah bayi laki-laki sebagai turus keturunan Ki Adipati Anyakrapati. Cucu adipati Onje dari adipati Tegal ini diberi nama Raden Nur Alim. Nur Alim tumbuh dengan pendidikan dari dua sisi yang agak berbeda. Sisi ibunya adalah budaya kesenian, budaya tuntunan dan hiburan. Budaya yang diambilkan dari cerita Mahabarata – Ramayana. Sedang dari sisi ayahnya yang Adipati Tegal diajarkan tentang budi pekerti beragama. Ia mendapat cerita-cerita dari kisah para nabi. Cerita-cerita dari wilayah Timur-Tengah, Irak, Iran, Arab, Mesir bahkan sampai Turki. Dengan kombinasi inilah Nur Alim bersikap, menghayati dan memaknai hidup.
Situs di Dukuh Mesir
![]() |
JOGLO DI ATAS SITUS |
Ada cerita mengenaskan tentang dukuh Mesir ini. Dukuh Mesir sebagai tempat yang pernah menjadi pusat pemerintahan, walau kecil dan terpencil namun ada juga yang mendapat informasi tentang dukuh ini. Bahwa di Dukuh Mesir terdapat semacam makam tua yang belum secara maksimal dikenal masyarakat.
![]() |
DUA BATU YANG AWALNYA DI POJOK BATUR |
Dari cerita yang penulis dengar, saat berkunjung ke Dukuh Mesir, aslinya di kebun sekitar seratus meter dari jalan desa ada tiga makam. Dua makam di dalam batas pandasi dari tatanan batu, dibatasi benteng batu, batur, berbentuk bujur sangkar ukuran 10 meter x 10 meter. Ada dua makam yang di bawah sebuah pohon kemuning. Di masing masing pojok ada batu belah sebagai penanda, empat penjuru. Ada satu makam lagi berada di luar bujur sangkar. Seluruh batu nisan dari batu biasa, tanpa bentuk baku, tidak seragam. Benar-benar tampak sebagai makam kuno.
![]() |
MAKAM DI DALAM JOGLO |
Untuk mendapatkan dana membangun bangunan di situs Dukuh Mesir ini maka telah diadakan beberapa kali pengajian di depan petilasan ini. Minimal sebulan sekali. Untuk memudahkan para pengunjung situs, dibuatlah jalan setapak dengan tatanan batu, dibuatkan gapura mirip pintu gapura candi Majapahit, dan dibangunlah dengan berani, sebuah bangunan mirip joglo model Jawa Timuran.
Diberitakan bahwa saat penggalian situs telah ditemukan barang-barang berharga, barangkali barang yang mengandung info sejarah. Dalam kedalaman sekitar dua meter telah ditemukan papan-papan kayu yang diperkirakan sebagai semacam lantai langgar atau mushola dari sebuah pesantren. Namun entah siapa yang diuntungkan, yang jelas pihak desa sangat dirugikan. Sadar ada kegiatan yang mengusik ketentraman Dukuh Mesir, pemerintah Desa Onje pun merasa kecolongan dan dilangkahi orang yang tak jelas siapa mereka, maka segera mengirim utusan ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, minta konfirmasi kebenaran ijin membangun situs di Dusun Mesir ini. Hasilnya adalah nol besar! Pimpinan Pondok Pesantern Tebuireng tidak tahu menahu, bahkan tak kenal Dukuh Mesir, apalagi dengan segala hal ikhwal petilasan di Dukuh Mesir. Tak “mudheng” pula terhadap kegiatan pembangunan situs tersebut.
Busyeeet!
Segera pembangunan di Dukuh Mesir ini dihentikan. Kyai Kendal pun kabur. Nasi telah menjadi bubur. Situs sudah rusak dan tak mungkin dikembalikan lagi. Keaslian situs di Dukuh Mesir tak lagi ada. Yang ada bangunan baru, setengah jadi, yang konon adalah mushola. Kalau mushola kenapa di dalamnya ada dua makam. Ada tonggak kayu setinggi satu meter. Kini kedua makam ini ditutupi dengan kain hijau mengelilingi empat sisi bangunan joglo.