Jejak Rel Lori (1)

Tapak Batang Besi Ini adalah hasil naik sepeda saat menyusuri bekas tapak rel, tapak batang-batang besi yang dijadikan sebagai landasan jalannya kereta api, lokomotif menyeret puluhan gerobak besi (lori) yang berisi tebu.

Jejak rel lori ini, sampai saat ini, walau tidak lagi utuh, masih menghiasi wajah Purbalingga bagian selatan.

PG Kalimanah Diceritakan bahwa di jaman Hindia Belanda pada tahun 1920-an, adalah tahun kejayaan kebutuhan gula di dunia. Konon juga, produksi gula pada kisaran tahun 1929 – 1930, mencapai 3 juta ton.

Indonesia menjadi eksportir gula terbesar kedua dunia, nomor satunya diraih Negara Kuba. Lahan kebun tebu bertebaran secara masif di berbagai wilayah

Hal tersebut seiring dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Saat itu Belanda sudah membangun sekitar 179 pabrik gula (PG), mayoritas berada di pulau Jawa.

Selain PG Kalibagor, dan PG Klampok; dua di antaranya justru ada di Purbalingga, yaitu PG Bojong, di Bojong dan PG Kalimanah di Kalimanah, dua pabrik gula ini dikelola oleh PT PG Kali Klawing atau NV Suikerfabrik Kaliklawing.

Oleh sebab itu maka di sekitaran Bojong dan Kalimanah, dulu, ada jalur-jalur rel kereta tebu, rel lori. Kini tinggal jalur-jalur bekas rel. Itupun cukup memprihatinkan karena sudah tidak semuanya utuh.

Hal PG Kalimanah, diceritakan bahwa yang dulunya PG Kalimanah ini, kemudian dialih fungsikan menjadi pabrik padi (tempat penggilingan padi, rice mill), dan tempatnya, sekarang, adalah di kompleks Panti Lansia, yaitu Panti Werdha Budi Dharma Kasih.

Dan salah satu kantor PG Kalimanah itu, ada di seberang jalan, yang sekarang menjadi SMA Santo Agustinus. Sekitaran SMA Agustinus ini dulu dikenal dengan nama komplek Kebondalem.

Jembatan Kadisana Saya coba telusuri jalur rel lori di wilayah Sidakangen dan Kalimanah Wetan. Konon lebar awal jalan trem, jalan rel kereta tebu ini sekitar enam meter.

Karena rel ini bagian dari PG. Kalibagor, Banyumas, maka secara keseluruhan ukuran lebar rel (gauge) lori: adalah 70 cm, kalau rel kereta api penumpang sekitar 100 cm. Awal susur dimulai dari depan Kantor Pos, Blater, lurus ke timur.

Sekitar dua ratus meter ada jembatan rel lori yang masih utuh, itu adalah jembatan di atas Sungai Ponggawa, masuk dusun Kadisana, Desa Sidakangen.

Panjang jembatan lebih dari sepuluh meter. Lebar sekitar empat meter. Secara kontruksi masih utuh hanya saja karena dijadikan sebagai jembatan untuk jalan umum, maka bagian atas sudah dibeton dan ditutup aspal.

Pagar pembatas jembatan di kanan-kiri, merupakan bentuk lengkung, tampak kokoh dan artistik. Sebenarnya di sekitaran pondasi jembatan, dulu ada besi-besi yang dipasang berjajar seperti pagar, gunanya sebagai penahan erosi, tapi karena besi laku saat dijual ke tukang loak, begitulah, akibatnya pagar besi itu kini sudah tidak berbekas. Efek kejamnya kehidupan!

 

Bersambung ke Jejak Rel Lori (2)

Semoga ada yang menyimak .

 

“Nggih Pak, kula nyimak!”

“Ya. Maturnuwun”

“Sambungane, judule napa, Pak?”

“Emplasemen!”

“Napa niku, Pak?”

“Lah, ya, ngesuk bae, ya!”

“Nggih! Sehat nggih,

Pak!” “Aamiin!” .

Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita

Nuwun

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *