Berawal dari adanya Jalan Candi di dukuh Karangkabur, Bojanegara, Kecamatan Padamara, Purbalingga, akhirnya tertelusuri siapakah sesungguhnya yang berada di balik candi atau makam tersebut.
Gagak Hitam
Alkisah pada zaman dahulu ada sebuah gerumbul yang rimbun, penuh dengan pepohonan, dan utamanya pohon bambu.
Di pepohonan, di gerumbul tersebut bermukim ratusan bahkan mungkin ribuan burung gagak hitam, gaok, sehingga seakan-akan gerumbul tersebut telah menjadi sebuah kerajaan gaok.
Sebagai burung, yang juga suka memakan buah, maka penduduk setempat menjadi sangat resah ketika gaok memakan buah-buahan, semacam pepaya, pisang, jagung, dan bahkan kacang tanah.
Gaok suka bergerombol, dan gaok juga punya pemimpin, bahkan pemomong yang di luar perkiraan manusia, maka jangan sampai membunuh atau memasang racun untuk menjebak para gaok tersebut.
Sebab jika komunitas gaok tahu ada yang mati karena dibunuh atau diracun, maka seluruh anggota komunitas gaok, marah dan akan merusak mayoritas tanaman yang ada di ladang, khususnya tanaman yang baru tumbuh, akan dicabuti secara merata.
Ki Gagak Putih
Pada suatu ketika datanglah seorang pengembara yang merasa digdaya, karena memiliki ilmu kanuragan yang, kebetulan, dirangkapi dengan Ajian Gagak Putih, datang di sekitar gerumbul tersebut, dan memperkenalkan dirinya dengan nama Ki Gagak Putih.
Konon barang siapa yang memiliki Ajian Gagak Putih maka akan mampu dengan mudah menghancurkan musuh, kebal senjata, selalu diberi jalan untuk meloloskan diri dari kepungan, dan diberi keselamatan.
Karangkabur
Ketika tahu bahwa gerombolan gaok mengganggu tanaman penduduk, maka dengan kemampuannya, konon Ki Gagak Putih lalu berkomunikasi dengan pemimpin gaok. Para gaok disuruh menyebar dan mencari makanannya di luar desa, yang jauh.
Dan sejak saat itu gerombolan gaok, setiap hari, seakan semuanya berterbangan ke luar desa. Di anggapnya para gaok itu, ka-bur (di-terbangkan), terbang jauh, sesuai dengan perintah Ki Gagak Putih, dari peristiwa tersebut maka gerumbul dimaksud, diberi nama gerumbul Karang Ka-bur, Karangkabur.
Ki Gagak Putih, sangat prihatin dengan kondisi kehidupan di gerumbul tersebut, maka untuk menolongnya Ki Gagak Putih berperan, meniru perilaku Berandal Lokajaya, yaitu merampok dan mencuri harta orang-orang kaya, untuk dibagikan kepada orang-orang yang dianggapnya miskin.
Berandal Lokajaya sesungguhnya adalah Raden Syahid, putra Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban, yang prihatin dengan kehidupan rakyatnya, dan pada akhirnya Lokajaya menjadi salah satu wali sanga, bergelar sebagai Sunan Kalijaga.
Kamandaka
Seperti diketahui bersama bahwa Adipati Onje salah satu istrinya adalah dari Negeri Pasirluhur. Dan Raden Kamandaka adalah salah satu yang pernah berkuasa sebagai Adipati Pasirluhur, istri Raden Kamandaka bernama Dewi Ciptarasa.
Suatu hari cucu Raden Kamandaka, sebut saja namanya Raden Andaka, ingin pergi ke Onje maka dengan diiringi oleh sekelompok prajurit pergilah beliau, dari Pasirluhur menuju ke Onje.
Dan dalam perjalanan tersebut Raden Andaka sempat singgah di suatu tempat, di sebelah utara gerumbul Karangkabur. Sehingga, konon, kini tempat Raden Andaka mesanggrah itu, di diberi nama gerumbul Pesanggrahan.
Dengan mesanggrahnya keturunan Raden Kamandaka di gerumbul Pesanggrahan tersebut, maka sampai kini, ada penduduk yang berkeyakinan bahwa dirinya adalah keturunan dari trah Raden Kamandaka.
Kalikabong
Di saat Raden Andaka berada di Pesanggrahan ada yang melaporkan bahwa di gerumbul sebelah ada seorang brandal yang baik hati, yang setiap kali melakukan perampokan dan pencurian di dusun-dusun tempatnya orang kaya, namun hasilnya kemudian dibagikan kepada orang miskin.
Di aturlah pertemuan antara Raden Andaka dengan Ki Gagak Putih di gerumbul Pesanggrahan. Raden Andaka meminta kepada Ki Gagak Putih agar menghentikan aktivitasnya merampok dan mencuri, harus berbuat baik dan menjadi teladan di gerumbul Karangkabur.
Namun Ki Gagak Putih tidak segera mematuhi saran Raden Andaka, malah menantang adu kesaktian, jika Raden Andaka mampu menandingi dan mampu menghapus ilmunya, Ki Gagak Putih akan mematuhinya.
Sebelum perang tanding Ki Gagak Putih berucap bahwa sesungguhnya beliau tidak rela jika di gerumbul Pesanggrahan ada orang yang kaya raya, sementara masih ada rakyat yang miskin di sekitarnya dan kemudian Ki Gagak Putih pun menyatakan untuk siap beradu ilmu.
Maka terjadilah adu kesaktian antara Ki Gagak Putih melawan Raden Andaka, di sebuah tempat, di tepi sebuah sungai. Setelah beberapa saat, ternyata dari tubuh Ki Gagak Putih keluar asap, layaknya asap dari benda yang terbakar dan kemudian Ki Gagak Putih mengaku kalah.
Ajian Gagak Putih yang dimiliki oleh Ki Gagak Putih, hangus, punah, terbakar atau ka-obong (dibakar) di pinggir sungai, maka untuk peringatan sungai di tempat tersebut diberi nama Kali Ka-obong, dan kini menjadi Kalikabong.
Candi
Ki Gagak Putih pun kemudian tetap bermukim di gerumbul Karangkabur, hingga wafatnya. Makam tempat Ki Gagak Putih dikenal dengan nama Pundhen Gagak Putih, atau Candi Gagak Putih.
Saking sederhananya makam Ki Gagak Putih, yang hanya ditandai dengan batu kali, kini, ternyata candi tersebut telah diratakan dengan tanah sehingga tidak bersisa sama sekali.
Hal burung gagak, sampai sekitar tahun 1975, masih banyak yang mukim di rumpun bambu, bahkan menjadi pertanda bagi gerumbul Karangkabur. Diyakini bahwa apabila burung gaok berbunyi nyaring, kemudian diiringi dengan bunyi burung kedasih, maka dapat dipastikan bahwa itu alamat, pertanda, bahwa penduduk Karangkabur ada yang akan meninggal dunia.
Seiring dengan berjalannya waktu, pohon-pohon ditebangi, gerumbul bambu ditebangi, pada akhirnya, sekarang, kerajaan gaok telah punah, candi telah rata tanah, dan sepertinya gerumbul Karangkabur sudah tidak memiliki lagi jejak kehidupan Ki Gagak Putih dan juga jejak kerajaan gaok, si Gagak Hitam.
Hal ketidak-sukaan Ki Gagak Putih terhadap penduduk Pesanggrahan yang kaya raya jika masih ada penduduk sekitar yang miskin, ada juga yang membenarkan, bahwa sepertinya sampai kini, jika ada yang akan menjadi kaya raya, ada saja rintangan yang menghadangnya, mungkin sakit, dibohongi orang, bangkrut, atau bahkan meninggal.
Namun demikian di zaman digital, sekarang, semoga hal tersebut sudah tidak berlaku, siapapun yang mampu berusaha, mampu berikhtiar untuk menjadi sukses, dan berhasil menjadi kaya raya, bukanlah hal yang mustahil. Begitu!
Cukuplah sudah cerita yang dapat tersajikan dari para nara sumber di Pesanggrahan dan di dusun Karangkabur, tentang hal ihwal keberadaan Jalan Candi, Pesanggrahan, Kali Ka-obong, dan burung gagak hitam yang dulu sangat terkenal ada di gerumbul Karangkabur.
Demikianlah sekedar cerita tutur cinatur artinya bahwa cerita ini dipungut dari cerita masyarakat dan diceritakan kembali agar masyarakat yang belum tahu, berkenan untuk menjadi tahu.
***
Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun
Toto Endargo
.
.