Jago Kluruk adalah Petunjuk Kuno Cara Mengusir Penjahat Negara
Tembang Dhandhanggula “Jago Kluruk” menyimpan petunjuk yang tampaknya samar, tetapi jika dicermati dengan saksama, maknanya sesungguhnya sangat terang benderang. Lagu ini memberikan perumpamaan yang jelas tentang cara menghadapi dan mengatasi kejahatan, khususnya yang merugikan negara. Tembang ini mengandung pesan terselubung yang ditujukan kepada anak muda dan rakyat kecil untuk berjuang melawan para penjahat negara.
Tembang Satu Bait:
Jago kluruk rame kapiyarsi,
Lawa-kalong luru pandhelikan,
Jrih kawanen ing samune,
Wetan bang sulakipun,
Mratandhani yen bangun enjing,
Rembulan wis gumlewang,
Sakuloning gunung,
Ing padhesan wiwit obah,
Lanang-wadon pan samya anyambut kardi,
Nyang sawah lan nyang pasar.
(Terjemahan bebasnya):
Ayam jantan berkokok sudah terdengar ramai,
Kelelawar dan kalong mencari tempat sembunyi,
Takut terkejar oleh suasana terang,
Di timur cahaya merah mulai tampak,
Pertanda pagi telah tiba,
Bulan telah bergeser,
Ke sebelah barat gunung,
Di pedesaan orang mulai beraktivitas,
Pria dan wanita bersama-sama bekerja,
Ke sawah dan ke pasar.
Personifikasi:
- Jago Kluruk = Para pejuang yang bersuara lantang.
- Lawa (kelelawar kecil) – Kalong (kelelawar besar) = Pencuri, baik maling kecil maupun koruptor besar yang menggerogoti dan mencuri pendapatan negara.
- Wetan bang sulakipun = Kemarahan publik yang mulai muncul.
- Rembulan = Sahabat malam.
- Gunung = Tempat berlindung.
- Padesan = Rakyat kecil.
- Sawah = Tempat kerja.
- Pasar = Pusat ekonomi dan bisnis.
Makna dan Relevansi
Terjemahan bebas dari tembang ini memiliki makna yang begitu dalam. Jika ayam jantan—yang melambangkan netizen dan para mahasiswa—sudah mulai bersuara lantang, terdengar ramai dalam aksi demonstrasi, maka para koruptor, baik yang kelas teri maupun kelas kakap, akan segera mencari tempat persembunyian. Mereka takut dikejar, takut kebusukan mereka terungkap karena disorot secara terang-terangan. Ketika anak-anak muda mulai menunjukkan kemarahannya, itu adalah pertanda bahwa keamanan dan keadilan akan segera ditegakkan. Para pelindung kejahatan pun akan berusaha mencari perlindungan di antara kroni-kroninya, sementara rakyat kecil turut serta dalam perjuangan ini. Pria dan wanita bersama-sama mendukung gerakan anak muda untuk membongkar kejahatan para pencuri harta negara, baik di tempat kerja mereka maupun di pusat-pusat bisnis.
Sinawung Resmining Kidung
Barangkali, petunjuk tersamar dalam tembang ini terinspirasi dari Serat Wedhatama, wejangan K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, yang menyebutkan:
Sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ngelmu luhung, kang tumrap neng tanah Jawa, agama ageming aji.
(“Samarkan dengan cermat dalam sebuah tembang, gubahlah yang bagus dan indah, agar menjadi pengantar ilmu yang luhur, yang berlaku di Tanah Jawa, dan dapat digunakan di saat yang penting.”)
Lagu Perjuangan Sejak Dini
Tidak mengherankan jika tembang “Jago Kluruk” ini telah diajarkan kepada anak-anak sejak kecil oleh orang-orang zaman dahulu. Mereka diharuskan menghafal liriknya dan menyanyikannya meskipun tanpa memahami sepenuhnya maknanya. Ternyata, lagu ini bukan sekadar tembang biasa, melainkan sebuah lagu perjuangan untuk membasmi para penjahat yang merampok kekayaan negara.
Kesimpulan
Tembang “Jago Kluruk” mengajarkan bahwa perubahan dimulai dari suara keberanian. Ketika masyarakat, terutama kaum muda, bersatu untuk mengungkap ketidakadilan, maka para pelaku kejahatan negara akan kehilangan tempat bersembunyi. Lagu ini bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga strategi terselubung dalam perjuangan melawan ketidakadilan. Semoga tembang ini menginspirasi generasi penerus untuk terus berjuang demi keadilan dan kebaikan negeri ini.
Semoga bermanfaat.
Toto Endargo