Giri Lusi, Megawati Hangestri, Bolavoli Korea Selatan

Ini tulisan yang sedikit membahas tentang peribahasa Jawa; “Giri Lusi” dalam hubungannya dengan dunia olahraga, khususnya yang ada di bolavoli, Korea Selatan

 

Giri Lusi, Janma Tan Kena Ingina

Dalam sastra Jawa ada sebuah peribahasa yang berbunyi “Giri Lusi, Janma Tan Kena Ingina”.  Kata: giri = gunung, lusi = cacing, artinya gunung yang berisi cacing, gunung cacing. Janma = manusia, tan kena ingina = tidak boleh diremehkan.

Dalam kultur Jawa peribahasa ini biasanya untuk menasehati agar jangan memandang rendah seseorang hanya dari melihat penampilannya. Yang menjadi contoh adalah cacing. Cacing itu tampaknya lemah namun cacing yang sangat banyak, cacing segunung, akan memiliki kekuatan tersembunyi yang di luar perkiraan.

 

Contoh Janma Tan Kena Ingina

Maka dalam kehidupan sehari-hari, dapat terjadi: orang yang kelihatannya bodoh, temyata pandai; kelihatannya miskin, temyata kaya; kelihatannya rakyat biasa, ternyata pejabat tinggi, dapat pula kelihatannya hanya anaknya orang kecil, ternyata pada saatnya dapat menjadi orang besar dan sangat berprestasi, dsb.

 

Megawati Hangestri dan KOVO

Lengkapnya Megawati Hangestri Pertiwi adalah atlet bolavoli putri Indonesia yang lahir di Jember, Jawa Timur, 20 September 1999. Statusnya sekarang Megawati adalah Anggota Tim Bolavoli Nasional Indonesia dan Klub Voli Daejeon Cheong Kwan Jang Red Sparks, Korea Selatan. Megawati adalah atlit, pemain voli, dari negara Indonesia, benua Asia.

 

Pembedaan di Bola Voli Korea Selatan

Dalam dunia olahraga, sportivitas dan kesetaraan adalah nilai-nilai yang sangat penting. Namun, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Media masa menginfokan bahwa Federasi Bola Voli Korea Selatan atau Korea Volleyball Federation (KOVO) melakukan “pembedaan” terhadap pemain, terutama yang berasal dari Asia dalam hal standar gaji. Termasuk kepada Megawati Hangestri.

 

Pembedaan = Diskriminasi

Berfokus pada perbedaan gaji antara pemain Asia dan pemain Eropa. Adalah hal yang wajar jika hal tersebut termasuk dalam ranah perilaku diskriminasi. Menurut informasi, pemain Asia mendapatkan gaji yang lebih kecil dibandingkan dengan pemain Eropa. Pembedaan ini terjadi tanpa melihat atau sebelum meninjau keterampilan dan prestasi pemain.

Hal ini tentu sangat tidak sportif dan tidak adil. Sebagai institusi yang berhubungan dengan olahraga, KOVO seharusnya memprioritaskan kesetaraan dan sportivitas dalam semua aspek, termasuk gaji pemain. Jangan hanya karena negara asal.

Gaji seharusnya ditentukan berdasarkan keterampilan, prestasi, dan dedikasi pemain, bukan berdasarkan ras atau asal negara. Diskriminasi seperti ini tidak hanya merugikan pemain Asia, tetapi juga merusak integritas dan reputasi dunia olahraga.

 

Giri Lusi dan Olahraga

Dari uraian di atas, ternyata peribahasa Jawa yang tampak sederhana ini, pada dasarnya, dapat digunakan untuk mengoreksi sebuah organisasi internasional disaat ada sifat diskriminasi terhadap kemampuan seseorang.

Diskriminasi dapat terjadi hanya karena kondisi tubuh (tinggi, pendek), asal negara dan juga warna kulit. Oleh karena itu, yang perlu diserukan adalah agar semua institusi olahraga memprioritaskan kesetaraan dan sportivitas dalam semua aspek, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang adil dan seimbang bagi semua pemain.

Dengan demikian, dunia olahraga dapat menjadi lebih baik dan lebih adil bagi semua orang, tanpa memandang ras, asal negara, warna kulit dan latar belakang.

Begitu!

..

Demikan sebuah kajian sederhana terhadap salah satu peribahasa Jawa, “Giri Lusi, Janma Tan Kena Ingina” dalam hubungannya dengan sifat diskriminasi dalam bidang olahraga.

.

Semoga bermanfaat

Toto Endargo

.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *