Sebuah dokumen, Piagam Perdikan Cahyana, tahun 1481 M, yang diberikan oleh Sultan Alam Akbar al-Fatah, alias Raden Patah, menunjukkan betapa terhormatnya keberadaan Wali Prakosa dan Perdikan Cahyana, di mata raja pertama Kerajaan Demak tersebut.
Perdikan cahyana adalah sebuah wilayah yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Karangmoncol dan Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.
Piagam Sultan Demak
Perhatikan yang tersurat dan tersirat dalam piagam berikut ini, yang diyakini sebagai piagam yang dibuat pada tahun 1481, tiga tahun setelah Mahdum Amal (Wali Prakosa) ikut membangun Masjid Agung Demak.
Tata kalimat piagam tersebut berbunyi demikian:
“Penget lajang kang idi Pangeran Sultan ing Demak. Kagaduha dening Mahdum Wali Prakosa ing Tjahjana. Mulane anggaduha lajang Ingsun dene angrowangi amelar tanah, sun tulusaken pamardikane pesti lemah pamardikane Allah, tantaha ana angowahana ora sun wehi suka halal dunja aherat. Anaha anak putu aba aniaja. Mugaha kena gutukking Allah lan oliha bebenduning para Wali kang ana ing Nusa Djawa. Estu jen Peperdikaning Allah. Titi.”
—
Terjemahan bebas:
Ingat, piagam ini dikeluarkan oleh Pangeran Sultan di Demak. Diterima oleh Mahdum Wali Prakosa di Cahyana. Sebab diterimanya Piagam ini, karena dia telah membantu meluaskan wilayah, dan saya ikhlaskan pembebasan pajak tanahnya, pasti bebas karena Allah. Apabila ada yang mengubahnya, tidak saya halalkan di dunia pun di akhirat. Sampai anak cucu akan teraniaya. Semoga terkena kutuk dari Allah dan terkena laknat dari para wali di Tanah Jawa. Sungguh, ini adalah pembebasan karena Allah. Cermati!
Makna Istimewa
Kurang lebih makna isi hati Piagam yang menjadikan Wali Prakosa dan Perdikan Cahyana menjadi sangat istimewa adalah sebagai berikut:
1. Penget
Artinya “ingat!”. Merupakan peringatan untuk semua orang bahwa piagam yang diberikan kepada Wali Prakosa, harus diingat-ingat tidak boleh diremehkan.
2. Pangeran Sultan ing Demak
Raja di Demak ini menggunakan dua gelar sekaligus dalam satu kalimat. “pangeran” dan “sultan”. Pangeran yang berarti anak raja atau keluarga inti kerajaan. Sultan adalah gelar raja, penguasa dari pemerintahan yang religius, keislaman. Artinya dalam hal memberikan piagam untuk Wali Prakosa ini, sang raja sedang mempertegas bahwa beliau adalah tokoh mulia yang harus dihormati dan dipatuhi seluruh keputusannya.
3. Pesti lemah pamardikane Allah
Pasti tanah ini dimerdekakan oleh Allah. Bahwa keputusan status Perdikan Cahyana adalah bukan sekedar keputusan sang raja tetapi karena Allah.
4. Tantaha ana angowahana, ora sun wehi suka halal dunja aherat.
Ancaman yang sangat jelas; “apabila ada yang mengubah kebijakan ini, saya haramkan kebahagiaannya di dunia maupun di akherat”. Kalimat yang sangat tegas, hukuman dan kutukan terhadap siapapun yang berani mengubah status wilayah Cahyana yang ditetapkannya sebagai tanah perdikan, akan sengsara di dunia dan di akherat.
5. Anaha anak putu aba aniaja (1), mugaha kena gutukking Allah (2), oliha bebenduning para Wali kang ana ing Nusa Djawa (3).
Siapapun yang berani mengubah status wilayah Cahyana yang telah diputuskannya itu, sekaligus ada tiga akibat.
… Anaha anak putu aba aniaja (1), jika pengubah tersebut memiliki anak-cucu, maka keturunannya, anak-cucunya itu, akan dimintanya atau didoakannya agar selalu hidup teraniaya.
… Mugaha kena gutukking Allah (2), pengubahnya didoakan akan terkena kutukan dari Allah, melakukan dosa besar dan bisa masuk neraka!
… Oliha bebenduning Para Wali kang ana ing Nusa Djawa (3), pengubahnya akan mendapat bebendu (bencana, musibah), layaknya orang yang memiliki kesalahan fatal terhadap Para Wali di Pulau Jawa.
6. Estu jen Peperdikaning Allah
Kembali menegaskan kepada semua orang, bahwa keputusan status Perdikan Cahyana adalah bukan sekedar keputusan sang raja tetapi adalah takdir, keputusan yang telah digariskan oleh Allah.
7. Titi
Sepatah kata yang tampak sepele, nyelempit di akhir surat, “Titi!”, ini bersinonim dengan kata “Cermati!”. Artinya bahwa semua orang harus mencermati, memperhatikan semua yang tersurat dan tersirat di dalam piagam keputusan sang raja tersebut. Baik keputusan yang berhubungan dengan gelar Wali Prakosa maupun yang berkaitan dengan status Perdikan Cahyana. Utamanya adalah untuk mencermati, akibat dan risiko yang harus ditanggung jika berani mengubahnya, yaitu hukuman, kutukan dan dosa besar. Akan hidup teraniaya sepanjang hayat, diharamkan hidup bersenang-senang di dunia sampai di akherat.
Penuh Kutukan
Demikianlah cerita dari Perdikan Cahyana. Dengan menyimak yang tersurat dalam piagam, yang penuh dengan kutukan bagi pengubahnya, maka dapat disimpulkan bahwa; ternyata keberadaan Wali Prakosa dan Perdikan Cahyana sangat istimewa di hadapan Sultan Alam Akbar al-Fatah, alias Raden Patah, raja Demak yang pertama. Dan tentu saja, juga di hadapan para wali pendukung keberadaan Kerajaan Demak di saat itu.
.
Salam
Semoga bermanfaat
Toto Endargo
.