“Kang jumeneng patih ingkang putra Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje, nunten dipun-prentah tiyang dhusun dhateng Kiyai Wiraguna” —– (Kutipan dari kitab: Punika Serat Sejarah Babad Onje, Halaman 108)
Sebelumnya: Balada Wiraguna #4
Blambangan Merdeka
Sepeninggal Sultan Agung, Mataram dianggap mengalami kemunduran di dalam pemerintahan, kebijakan cara berpolitik Amangkurat I tidak sebanding dengan saat ayahnya, Sultan Agung Hanyokrokusuma berkuasa.
Keadaan ini pun dimanfaatkan oleh Mas Sanepa Handoyokusumo, putra Pangeran Tawangalun I, untuk merintis memisahkan diri dari Mataram, sebagai penguasa Kerajaan Blambangan yang merdeka.
Mas Raka Sanepa atau sering disebut dengan nama Mas Kembar (Saudara kembarnya bernama Pangeran Wilabrata), pada saatnya menjadi penguasa Blambangan, bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Tawangalun II, atau Susuhunan Macanputih (1649 – 1652 dan 1655 – 1691). Kadipaten Blambangan pun telah berubah menjadi Kerajaan Blambangan, yang memiliki kedudukan yang sejajar dengan Kesultanan Mataram.
Penugasan Wiraguna
Tahun 1646, berarti baru setahun Amangkurat I memerintah, di saat Kadipaten Blambangan begitu cepat telah ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram membuat Amangkurat I sangat marah.
Segera dibentuk pasukan untuk menggempur Blambangan, yang jaraknya sekitar 550 kilometer dari Kotaraja Mataram. Butuh sekitar sepuluh hari perjalanan pasukan, untuk sampai ke sasaran.
Dan ketika Amangkurat I teringat peristiwa saat melarikan Rara Printen, maka tugas ke Blambangan dengan mantap diberikannya kepada Ki Tumenggung Wiraguna. Dendam pribadi yang menjadi pertimbangan utama atas penugasan tersebut. Kesempatan untuk menghabisi hidup Ki Tumenggung Wiraguna dengan alasan yang mapan.
Sepuluh tahun yang lalu setidaknya ada empat orang yang telah menjadikan R. M. Sayyidin diasingkan ke Pasuruan, yaitu: Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Danupaya, Tumenggung Asmarandana dan Pangeran Alit. Kini hidup mereka ada di tangan Amangkurat I, penguasa Kasultanan Mataram yang harus dipatuhi.
Pertempuran Blambangan
Begitulah, sesuai titah Amangkurat I maka ditetapkan senapati perang dari Mataram adalah Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Danupaya dan Tumenggung Asmarandana.
Kedatangan pasukan Mataram pun sudah diketahui oleh pasukan Blambangan yang dibantu oleh pasukan dari Tanah Bali, dengan senapatinya Ki Lurah Yabana dan Senapati Panjipati, dan di belakangnya adalah pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Tawangalun dan Senapati Wiranagara.
Dalam pertempuran yang sengit itu, dari pimpinan Mataram yang tewas adalah Ki Rangga, dan Ki Citrayuda sedang dari Blambangan yang tewas adalah Senapati Panjipati dan Ki Lurah Yadana.
Pangeran Tawangalun dan Ki Wiranagara pun lari mengungsi ke Bali.
Ketika melawan pasukan khusus dari Bali yang dipimpin oleh Senapati Panji Arungan, pasukan Mataram berhasil menewaskan Panji Arungan. Pasukan Blambangan dan pasukan dari Bali telah kalah, namun Pangeran Tawang Alun selamat.
Sementara itu di alun-alun Mataram, Pangeran Alit yang berniat memberontak pun, telah tewas saat dikeroyok oleh prajurit Mataram.
Kini Kyai Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya sadar, sepertinya jika keduanya pulang ke Mataram pun, kemungkinan besar akan tewas di bawah dendam Amangkurat I.
Kyai Tumenggung Wiraguna Tewas
Peperangan yang sengit itu terjadi sekitar tahun 1647, menjadikan Ki Tumenggung Wiraguna (57 tahun) kelelahan dan sakit cukup parah. Harta rampasan dan para putri boyongan disuruhnya untuk diberangkatkan dahulu kembali ke Mataram.
Tumenggung Wiraguna diangkut belakangan dan ketika sampai di Kediri, karena sakitnya Ki Tumenggung Wiraguna pun meninggal dunia, dengan pesan untuk dimakamkan dimana beliau meninggal.
Ki Tumenggung Danupaya sangat bersedih, dan kemudian mengirim utusan ke Mataram untuk memberi tahu kepada Sang Raja. Utusan berangkat dengan cepat-cepat.
Demi menerima berita meninggalnya Ki Tumenggung Wiraguna, Amangkurat I pun segera memberi perintah kepada prajurit Singanagara dan Martalulut, untuk segera melacak dan mengubur mayat Ki Tumenggung Wiraguna dimana saja ditemukan serta segera pula membunuh anak cucunya.
Perintah Keji Amangkurat I
Benarlah begitu jenazah Ki Wiraguna ditemukan segera dikuburkan, serta dibunuh dan dikubur pula 12 orang yang dianggap sebagai keluarga Ki Tumenggung Wiraguna di tempat tersebut.
Tumenggung Danupaya tak mampu melihat kekejian perintah Amangkurat I, maka beliau segera mengambil racun dan menenggaknya, tewas pula Ki Tumenggung Danupaya.
Kini tinggal Ki Tumenggung Asmarandana, yang memimpin pasukan menuju Mataram namun saat berhenti di Desa Taji, datang utusan dari istana yang harus segera melaksanakan tugas keji dari rajanya, membunuh Ki Tumenggung Asmarandana.
Maka dibunuh dan tewas pula Ki Tumenggung Asmarandana. Lunas sudah dendam pribadi yang keji Amangkurat I kepada Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Danupaya, Tumenggung Asmarandana dan Pangeran Alit.
Wiraguna Jejak Onje di Mataram
Bersambung ke: Balada Wiraguna #6