Balada Tumenggung Wiraguna, Tokoh Keturunan Onje di Mataram #2

“Kang jumeneng patih ingkang putra Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje, nunten dipun-prentah tiyang dhusun dhateng Kiyai Wiraguna” —– (Kutipan dari kitab: Punika Serat Sejarah Babad Onje, Halaman 108)

Sebelumnya: Balada Wiraguna #1

Ki Lurah Wiraguna

Tahun 1613 Raja Mataram berganti dari Sunan Anyakrawati kepada Raden Mas Jatmika. Raden Mas Jatmika, menjadi raja dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, dan lebih dikenal dengan nama,  Sultan Agung (1613 – 1645) atau juga Sultan Kuwasa.

Saat pergantian itu Ki Lurah Gunajati berusia 23 tahun. Kanjeng Sultan Agung sangat perhatian terhadap Ki Lurah Gunajati yang masih sendiri, maka disarankan untuk segera menikah.

Gadis pilihan Ki Lurah Gunajati juga seperti pilihan ayahnya, seorang gadis sederhana, yang cantik dan tampak dewasa, bernama Rara Printen.

Gunajati menikah tahun 1615, saat usianya 25 tahun, sedang istrinya berusia 15 tahun.

Pada saat itulah Kanjeng Sultan Agung berkenan memberi nama khusus keprajuritan, untuk Gunajati, dengan nama baru Wiraguna, sehingga kini gelarnya adalah Ki Lurah Wiraguna.

Wiraguna dari kata wira yang berarti keberanian untuk maju perang dan kata guna yang memiliki arti kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan.

Sultan Agung sendiri, menikahi istri yang kedua, pada tahun 1617, dengan gadis sederhana yang cantik, putri dari Ki Jajar. Jajar adalah pangkat terendah dari para abdi dalem di Kasultanan Mataram.

Gadis itu bernama Rara Lembayung. Ia mencintai Sultan Agung dengan tulus dan setia. Konon istri pertama sangat cemburu dan iri dengan keharmonisan Sultan Agung bersama Rara Lembayung. Sampai tega memberi racun untuk menyingkirkannya. Namun pada akhirnya Rara Lembayung pun diangkat sebagai permaisuri dan diberi gelar sebagai Ratu Batang.

 

Rara Printen

Istri Ki Lurah Wiraguna, Rara Printen, adalah gadis Jawa yang konon kecantikannya diibaratkan bagaikan sebuah boneka hasil pahatan para dewa, dipahat khusus dan dianugerahkan kepada Ki Lurah Wiraguna.

Tak jauh beda dengan Nyi Tindhik yang aslinya, rumahnya dekat sungai Klawing di Onje, maka Rara Printen pun rumahnya dekat sungai sehingga suka bermain-main di plataran sungai. Ada sungai besar yang membelah ibukota Mataram, saat itu ibukotanya masih berada di wilayah Kerta (Kotagede).

Rara Printen pada akhirnya dikenal sebagai wanita yang pandai menjadi ibu rumah tangga, pandai merawat kesehatan dan juga pandai merawat kecantikan diri. Begitu bangga dan bahagianya Ki Lurah Wiraguna memiliki istri si Rara Printen, atau Nyai Ajeng Laksmi Pujiwati

 

Kyai Tumenggung Wiraguna.

Prestasi Ki Lurah Wiraguna dalam olah keprajuritan sungguh membanggakan, penuh pengabdian.

Pada saat Adipati Pragola II, pada tahun 1627, dianggap memberontak, Ki Lurah Wiraguna berperan penting dalam mengatasi serangan para prajurit pemberontak dari Kadipaten Pati tersebut.

Atas jasanya, oleh Sultan Agung, Ki Lurah Wiraguna secara luar biasa dinaikkan jabatannya, sehingga menjadi setingkat wedana.

Jabatannya kini adalah sebagai seorang tumenggung, dan gelarnya menjadi Kyai Tumenggung Wiraguna.

Peran tumenggung di Kasultanan Mataram adalah menjadi pimpinan yang bertanggung jawab dan memiliki hak untuk memeriksa segala tindakan raja.

Punya hak dan kewajiban untuk merawat seluruh piyandel, senjata-senjata milik raja dan kerajaan.

Mengawasi dan mengendalikan perilaku raja dan para pejabat kerajaan.

Punya hak untuk mengetahui hal ikhwal kerajaan baik yang bersifat rahasia maupun yang bersifat terbuka.

Menjadi penasehat kerajaan.

 

Bersambung ke: Tumenggung Wiraguna #3

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *