“Kang jumeneng patih ingkang putra Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje, nunten dipun-prentah tiyang dhusun dhateng Kiyai Wiraguna” —— (dari buku: Punika Serat Sejarah Babad Onje, Halaman 108)
Onje sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Purbalingga, memiliki kisah-kisah unik yang tidak saja bersifat lokal, namun ternyata meluas hingga tedhak-turunnya mampu menjadi tokoh yang ikut mempengaruhi keberadaan Kerajaan Mataram.
Tindhik Diboyong ke Pajang
“Seneng ya si Tindhik dejek, degawa maring Pajang. Dadi selir rajane ndean. Pancen kae bocah koh ayu pisan. Pantes angger dadi putri krajan” demikian kata-kata yang diucapkan oleh para perempuan di desa Onje saat itu.
.
Tindhik adalah gadis desa yang sederhana namun cantik, lahir sekitar tahun 1572. Ketika ada jumenengan dalem Adipati Anyakrapati sekitar tahun 1580 seorang pejabat Kesultanan Pajang yang ikut mengantarkan Ki Tepus Rumput dari Pajang, terpesona dengan cahaya cerah yang memancar dari wajah Tindhik.
Maka dengan sopan dan sangat bermartabat, dikunjungilah orang tua si Tindhik untuk minta diijinkan membawa Tindhik ke Pajang. Tindhik akan dimuliakan kehidupannya di lingkungan kerajaan. Tahun 1580 itu, Tindhik berusia 8 tahun, diboyong ke Pajang oleh seorang pejabat Kesultanan Pajang.
Peristiwa Ki Tepus Rumput yang hadir di Pajang, saat itu datang bersama jebeng Anyakrapati yang masih berusia 10 tahun. Kedatangan Ki Tepus Rumput adalah sesuai pesan Sultan, bahwa apabila jebeng putranya sudah mampu melempar tombak, hendaknya segera dihadapkan ke Kanjeng Sultan.
Dari peristiwa tahun 1580 tersebut, maka lahirlah sebuah kadipaten baru di wilayah lembah Klawing, dengan nama Kadipaten Onje, dan jebeng putranya dinobatkan sebagai adipati dengan gelar Adipati Anyakrapati.
Setelah penobatan, para pengantar dari Pajang pun harus kembali ke Pajang. Adapun yang ditugaskan untuk mendampingi Adipati Anyakrapati dan bermukim di Onje ada tujuh keluarga.
Ketika kembali ke Pajang itulah salah satu pejabat Kesultanan Pajang memboyong Tindhik untuk ikut serta ke Negeri Pajang.
Tindhik dan Wiratjati
Pejabat Kasultanan Pajang yang membawa Tindhik memiliki putra laki-laki yang tampan bernama Wiratjati. Karena jabatannya sebagai prajurit maka putranya dikenal dengan nama Ki Wiratjati.
Ki Wiratjati adalah pemuda yang sopan dan tahu diri, walau berada dekat dengan Tindhik, tidak sedikitpun meninggalkan perilaku sopan dan hormatnya kepada wanita. Padahal Wiratjati sesungguhnya sangat mengagumi keberadaan Tindhik.
Tujuh tahun kemudian, tahun 1587, Tindhik si gadis Onje itupun dijodohkan dengan Ki Wiratjati, seorang prajurit tangguh dan putra pejabat kesultanan.
Rumah tangga yang dibangun Ki Wiratjati dengan Nyai Tindhik berjalan bahagia, hingga pada sekitar tahun 1590, Nyai Tindhik melahirkan bayi laki-laki, yang oleh ayahnya diberi nama Gunajati.
Kata guna dalam nama Gunajati, adalah kata yang diambil dari nama tokoh wayang yang diidolakan oleh Ki Wiratjati, yaitu Palguna – Palgunadi.
Palguna adalah nama lain dari Arjuna. Palgunadi adalah tokoh otodidak yang sangat berbakat dalam olah keprajuritan, sampai Arjuna pun iri dengan kemampuan Palgunadi. Dan kata jati adalah bagian dari nama ayahnya, Wiratjati.
Gunajati Prajurit Muda
Gunajati pun dididik dan dilatih menjadi prajurit yang gamben, prajurit yang mumpuni dan tangguh. Ki Wiratjati yang berasal dari Pajang menyeberang ke Mataram. Menjadi Lurah Prajurit di bawah kekuasaan Panembahan Senapati sampai tahun 1601.
Pengalaman Ki Wiratjati saat mengabdi kepada Panembahan Senapati dalam memperluas wilayah kekuasaan, sampai dengan pernah mendampingi Raden Mas Jolang, di tahun 1600, menghadapi adanya pemberontakan Adipati Pragola I dari Kadipaten Pati.
Pengalaman keprajuritan itulah yang menjadi modal untuk membekali Gunajati mengarungi dunia keprajuritan.
Tahun 1601 saat Panembahan Senapati wafat, Gunajati anak Ki Wiratjati dengan Nyi Tindhik dari desa Onje, berusia 11 tahun, sudah berusaha magang untuk menjadi seorang prajurit.
Raden Mas Jolang, yang dikenal juga dengan nama Raden Mas Rangsang, putra tertua Panembahan Senapati menggantikan ayahnya, menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan Anyakrawati (NB. Adipati Onje gelarnya Adipati Anyakrapati).
Raden Mas Jolang sangat mengenal Ki Wiratjati, sehingga sangat mengenal pula kepada prajurit yang bernama Gunajati, putra Ki Wiratjati.
Raden Mas Jolang yang bergelar Sunan Anyakrawati hanya 12 tahun menjadi raja. Beliau wafat dalam sebuah kecelakaan saat ngrapyak, berburu kijang di hutan Krapyak (Krapyak, Bantul, Yogyakarta)
Sehingga Gunajati mengabdi ke Mas Jolang hanya dari usia 11 tahun sampai berusia 23 tahun. Gunajati mendaftar menjadi prajurit sejak umur 15 tahun, dan di umur tujuh belas tahun Gunajati resmi menjadi prajurit yang mengabdi kepada Sunan Anyakawati, yang dikenal dengan nama Panembahan Seda Krapyak.
Karena sangat teguh dan patuh sebagai prajurit maka Gunajati mendapat jabatan sebagai ketua kelompok prajurit dengan sebutan sebagai Ki Panji Gunajati.
Diberi gelar panji karena kasih sayangnya Sunan Anyakrawati kepada Gunajati. Gelar Panji sesungguhnya hanya untuk keturunan keluarga kerajaan.
Dan di saat Sunan Anyakrawati wafat tahun 1613, dia telah sampai pada tataran sebagai lurah yang memiliki kekuasaan dan wilayah tertentu, gelarnya Ki Lurah Gunajati.
Bersambung ke: Tumenggung Wiraguna #2