Antara Raden Patah, Sunan Kalijaga, Wali Prakosa dan Berdirinya Perdikan Cahyana

Ini cerita tentang keberadaan Wali Prakosa bersama Sunan Kalijaga, Raden Patah di Demak dan status keberadaan Perdikan Cahyana.

Raden Patah

Dikisahkan Raden Patah, raja pertama Kerajaan Demak, berkehendak untuk membangun Masjid Agung di Demak.

Di awal pembangunannya, ada dikisahkan pula, hal keberadaan Mahdum Amal (Wali Prakosa) yang berasal dari tlatah Cahyana.

Pada teks “Cariyosipun Redi Munggul” antara lain tersurat sebagai berikut :

Kacariyos Pangeran Kalijaga saweg tapa ing Giri Mlaka, sidik paningalipun lajeng jengkar. Sak dinten sak ndalu saged dumugi ing Demak. Anjujug lenggah ing pancabrakan, pinanggih kaliyan Pangeran Wali Prakosa.
Pangeran Kalijaga ataken: “Lho Si Anak napa sing dadi bubuhan andika?”
Pangeran Wali Prakosa mangsuli; “Kula kabubuhan saka satunggal”.
Pangeran Kalijaga mangsuli malih: “Heh Anak, kula kang badhe ambantu nggrabahi sarta ngalus”.
Nunten Wali kakalih wau enggal tumandang nyambut damel, sami mendet tatal.
Lajeng dipun gulingaken kaping sakawan, insya Allah ta’ala iman tokhid ma’ripat Islam, tatal dados blabag, kaelus nunten dados balok.
Ki Mahdum Wali Prakosa munjuk ing Kanjeng Sultan, “Nunten Kanjeng Sultan, totosan sampun kula damel”.

Terjemahan bebas:
Terceritakan saat Pangeran Kalijaga sedang bertapa di Giri Mlaka, karena pekanya terhadap isyarat yang datang, maka segera bangun dari tapanya dan berangkat, hanya sehari semalam, Pangeran Kalijaga sudah sampai di Demak. Kemudian menuju ke ruangan yang biasa digunakan untuk tempat belajar, bertemu dengan pangeran Wali Prakosa.
Pangeran Kalijaga bertanya: “Lho, Nak, apa yang ditugaskan kepadamu?”
Wali Prakoso menjawab: “Saya ditugaskan untuk membuat sebuah tiang utama”.
Pangeran Kalijaga berkata lagi: “Begini Nak, saya yang akan membantumu sekenanya, membantu menghaluskan”.
Selanjutnya kedua wali tersebut, segera bekerja membuat tiang utama. Keduanya mengambil dan menyusun potongan – potongan kayu. Potongan kayu itu kemudian diguling-gulingkan empat kali, atas izin Allah, keyakinan dan atas pengetahuan keislamannya, potongan kayu tersebut segera menjadi papan, kemudian dihaluskan dan akhirnya menjadi balok. Ki Mahdum Wali Prakosa pun menyampaikan ke Kanjeng Sultan: “Maaf Kanjeng Sultan, hal tiang utama sudah saya buatkan”.

Balok atau tiang itulah yang kemudian menjadi salah satu tiang utama Masjid Agung Demak, biasa disebut sebagai “saka tatal”.

Menurut candra sengkala memet yang ada di masjid, dalam bentuk relief bulus (kura-kura) “Sarira Sepi Kiblating Gusti”, diterjemahkan sebagai Tahun Saka 1401, atau Tahun Masehi 1479, dan menjadi penanda sebagai tahun dibangunnya Masjid Agung Demak.

Wali Prakosa

Di saat yang lain, tiga tahun setelah pembangunan masjid, melalui Piagam Perdikan Cahyana dari Sultan Demak, yang bertahun Saka 1403 atau tahun 1481 M, Mahdum Amal dianugerahi gelar Wali Prakosa, dan bentuk kedaulatan wilayah tempat tinggalnya menjadi Perdikan Cahyana.

Sebuah dokumen berbunyi demikian:

Penget lajang kang idi Pangeran Sultan ing Demak. Kagaduha dening Mahdum Wali Prakosa ing Tjahjana. Mulane anggaduha lajang Ingsun dene angrowangi amelar tanah, sun tulusaken pamardikane pesti lemah, pamardikane Allah, tantaha ana angowahana ora sun wehi suka halal dunja aherat. Anaha anak putu aba aniaja. Mugaha kena gutukking Allah lan oliha bebenduning para Wali kang ana ing Nusa Djawa. Estu jen Peperdikaning Allah. Titi.

Terjemahan bebas:
Untuk diingat Piagam ini dikeluarkan oleh Pangeran Sultan di Demak. Diterima oleh Mahdum Wali Prakosa di Cahyana. Sebab diterimanya Piagam ini, karena dia telah membantu meluaskan wilayah, dan saya ikhlaskan pembebasan pajak tanahnya, bebas karena Allah, apabila ada yang mengubahnya, tidak saya halalkan di dunia pun di akhirat. Sampai anak cucu akan teraniaya. Semoga terkena kutuk dari Allah dan terkena laknat dari para wali di Tanah Jawa. Sungguh, ini adalah pembebasan pajak karena Allah.
Cermati!
=====

Dari sumber tersebut kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa dokumen dalam bentuk piagam, adalah penguat keberadaan Wali Prakosa di kisaran Kerajaan Demak, bersama Raden Patah, raja pertama Kerajaan Demak yang bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah.

Perdikan Cahyana

Dengan sedikit analisa terhadap dua sumber di atas maka minimal ada empat kesimpulan yang didapat:

1. Masjid Agung Demak, dibangun pada tahun 1479, saat Sultan Alam Akbar al-Fatah berkuasa di Demak.

2. Yang ditugasi dan membuat saka tatal adalah Wali Prakosa, dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga.

3. Tahun 1481, Mahdum Amal diberi gelar Wali Prakosa, yang secara resmi tertulis dalam sebuah dokumen.

4. Tahun 1481 itu pula, oleh Sultan Alam Akbar al-Fatah wilayah tempat tinggal Wali Prakosa, resmi berstatus sebagai Perdikan Cahyana.

Demikianlah sepintas yang dapat tersampaikan dari yang tersurat dalam teks “Cariyosipun Redi Munggul” dan sebuah dokumen “Piagam Perdikan Cahyana dari Sultan Demak”.

Bahwa tahun 1481 dapat dijadikan sebagai tahun resmi berdirinya Perdikan Cahyana. Dan sebenarnya yang ditugasi dan membuat “saka tatal” adalah Wali Prakosa, Sunan Kalijaga hanya membantu.

Perdikan Cahyana adalah wilayah yang sekarang berada di Kecamatan Karangmoncol dan Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.

Semoga bermanfaat
Toto Endargo

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *