Ini adalah sebuah cerita yang berasal dari wilayah Pundhen Jatiragas. Kali ini, kisahnya tentang pengalaman mencari kayu bakar di sekitar pohon kelapa dhoyong.
Masyarakat di desa sudah sangat akrab dengan kebiasaan mencari kayu bakar. Merupakan bagian dari rutinitas sehari-hari. Kayu bakar sangat penting dalam kehidupan mereka, terutama untuk keperluan masak memasak, baik untuk menjerang air sampai untuk ngindel badheg, membuat gula Jawa.
Pada suatu hari, dua orang laki-laki, Kang Ramad dan Kang Disan, memutuskan untuk mencari kayu bakar di sekitar Pundhen Jatiragas, Jarak sekitar 200 meter ke arah utara dari lokasi pundhen. Mereka menuju sebuah kebun yang dipenuhi pohon-pohon liar seperti pohon laban, alba, kandri, gaokan, waru laut, mahoni, gondang, pocokan, dan sebagainya.
Di seluruh kawasan desa, pohon kelapa dapat ditemukan di hampir setiap kebun. Bahkan, daun kelapa yang disebut blukang seringkali berjatuhan, dan terlantar. Tidak setiap orang bersedia mengambilnya. Oleh karena itu, kayu bakar yang dari blukang dan blarak kelapa, sangat mudah ditemukan, tinggal diambil dan dibawa pulang.
Pada suatu pagi sekitar pukul 10.00, Kang Ramad dan Kang Disan mulai mencari kayu bakar di kebun tanaman liar tersebut. Tiba-tiba, ada seorang anak muncul di antara mereka. Anak tersebut hanya mengenakan celana pendek hitam tanpa baju, tampak ikut beraktivitas seperti mereka. Mencari kayu bakar.
Keberadaan anak-anak yang ikut membantu mencari kayu bakar di kebun adalah hal biasa di desa, jadi Kang Ramad dan Kang Disan tidak merasa perlu mencurigai apapun dengan anak tersebut.
Keduanya berpendapat bahwa anak itu adalah anak dari seseorang yang tinggal di kampung sebelah. Setelah beberapa waktu, anak itu berhasil mengumpulkan kayu bakar sekitar setengah gulung, Digulung dan diikat oelhnya, kemudian membawa gulungan kayu tersebut tanpa berpamitan kepada Kang Ramad maupun Kang Disan.
Ketika anak itu berjalan, ternyata tidak melalui jalan setapak sehingga kedua orang itu mengamati dengan cermat, kemana anak itu pergi. Terasa ada sesuatu yang aneh.
Anak itu kemudian berjalan melewati gerumbul, melewati parit dan naik melintasi pereng, tebing yang sangat rimbun.
“Deneng, kae bocah metung nganah?” Kata Kang Disan.
“Iya. Srak-srakan. Sie keprimen?” Jawab Kang Ramad.
“Lhoh?”
Namun, sejenak saja kedua orang tersebut merasa heran. Di gerumbul tebing itu ada sebuah pohon kelapa yang tumbuhnya dhoyong, miring. Anak itu ternyata menghilang begitu saja, seperti masuk ke dalam batang pohon kelapa yang tumbuh dhoyong, bengkok di tebing tersebut.
Pada saat itulah, Kang Ramad dan Kang Disan baru sadar, siapa sesungguhnya anak tersebut. Kejadian tersebut di luar nalar, tapi untuk yang paham tentang Pundhen Jatiragas, hal tersebut adalah peristiwa biasa.
Peristiwa tersebut mengingatkan mereka pada cerita-cerita yang lain, yang berhubungan dengan keberadaan Pundhen Jatiragas, khususnya penghuni pohon kelapa dhoyong. Disitulah konon yang menjadi tempat tinggal para makhluk penunggu kebun.
Kejadian ini terjadi justru ketika langit masih terang benderang. Bahwa hal-hal yang tidak biasa ini, di sekitar Pundhen Jatiragas, bisa terjadi kapan saja, bahkan di siang hari seperti cerita di atas. Pundhen Jatiragas berada di puncak sebuah bukit, di timur Kali Klawing, Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Purbalingga.
Demikianlah sebuah cerita sederhana, diceritakan kembali dalam bingkai tutur cinatur, tentang keanehan di wilayah Pundhen Jatiragas. Cerita ini dipungut dari kisah masyarakat setempat dan disampaikan untuk memberi pengetahuan kepada yang belum tahu, agar tahu tanpa mereka harus meyakininya.
Semoga bermanfaat,
Salam
Toto Endargo
.