Menyimak kewilayahan kekuasaan Onje di akhir status pemerintahannya sebagai sebuah kadipaten.
Serat Sejarah Onje
Menyimak buku “Punika Serat Sejarah Onje”, sebagai buku kuno, yang tulisan tangan, dengan huruf Arab Pegon, dan berbahasa Jawa.
Tentu, buku tersebut dapat dijadikan sebagai referensi, bahan kajian untuk hal-hal yang berhubungan dengan Kadipaten Onje.
Wilayah Akhir
Ada paragraf yang membicarakan tentang akhir kewilayahan Kadipaten Onje, tersimak sebagai berikut:
Wondenten Perdikan Onje inggih kalulusaken mardikanipun nanging dipun elong ingkang kalih gerombol: Tuwanwisa, Pesawahan, ingkang merdika kantun Onje kemawon, dipun elong malih kantun Onje Pekauman kemawon, taun sadasa dipun bedhal dados sabin, elong sewu ingkang punika inggih merdika.
Terjemahan bebasnya:
Adapun tanah Perdikan Onje tetap menjadi tanah perdikan, tetapi dikurangi dua dusun yaitu: Tuwanwisa, Pesawahan. Yang merdeka tinggal Onje saja, lalu dikurangi lagi, sehingga tinggal Onje Pekauman saja. Tahun 10 dibedah, dijadikan sawah, sehingga berkurang seribu lagi, dan sisanya itulah yang merdeka sampai saat ini.
Begitulah luas wilayah Kadipaten Onje, di saat-saat akhir. Tinggal seluas Onje Pekauman, itupun masih dikurangi lagi seribu. Jadi sepertinya kewilayahannya sangat sempit, hanya di sekitar masjid Onje.
Keturunan Pajang
Pangandikane Kanjeng Sultan; Ingsun darma bae, ya sira kang anduweni anak iku, dadi wewinih ana ing desa, lan manira paringi bumi karya wolungatus tigang lawe, sarta katandhan upacaraning bupati, lan kaparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje, lan manira gawani sentana kami sepuh pitung somah dadia emban-embane ana ing Onje.
Terjemahan bebasnya:
Kanjeng Sultan berkata, “Saya hadiahkan saja, ya, kaulah yang mempunyai anak, dan anak ini menjadi “benih-benih” di desa Onje.
Dan kuberi tanah garapan untuk dikerjakan seluas 875, dengan ditandai upacara bupati, dan kuberikan gelar Kyai Adipati Anyakrapati di Onje, saya sertakan pula para pengikut, kaum yang dituakan, sebanyak tujuh keluarga supaya menjadi pembantu di desa Onje.
Menyimak paragraf ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nenek moyang masyarakat di Onje, sesungguhnya banyak yang berasal dari para prajurit dan pejabat Kerajaan Pajang.
Ki Ageng Ore-ore
Lan sira, manira paringi bumi karya rongatus mardika. Lan sira, manira sengkakaken ing luhur sinebut Kiyai Ageng Ore-ore. Nunten lajeng mantuk dhateng dhusun taruka ing Onje.
Terjemahan bebasnya
Dan kamu (Tepus Rumput), saya hadiahkan tanah garapan dua ratus, bebas. Dan kamu, saya beri gelar terhormat sebagai Kyai Ageng Ore-ore. Kemudian Tepus Rumput pulang ke desa baru, yang harus dibangunnya di Onje.
Paragraf ini menyampaikan bahwa Ki Tepus Rumput mendapatkan gelar kehormatan sebagai Ki Ageng Ore-ore. Juga diberikan hadiah tanah garapan, yang kini dikenal dengan nama Dukuh Pagendholan.
Kekuasaan Awal
Ana dene ratune pandhomasan Timbang, Purbasari satus, Bobotsari Kertanegari satus, Kadipaten satus, Kontawijayan satus, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan desa, Selanga, Kalikajar pitung desa, Onje kalihatus
Terjemahan bebasnya:
Sedangkan kekuasaan Onje meliputi: 800-an dari wilayah Timbang, Purbasari 100, Bobotsari Kertanegari 100, Kontawijayan 100, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan 100, Toyareka 140, Selanga Kalikajar 70, Onje 200.
===
Demikianlah sedikit cerita tentang kewilayahan dan kekuasaan Kadipaten Onje, yang akhirnya menjadi begitu sempit.
Penguasa terakhir Kadipaten Onje adalah Ki Yudantaka.
Berakhir sekitar tahun 1704 – 1719, di saat Pangeran Puger bertahta sebagai penguasa Mataram, bergelar Pakubuwana I.
Surutnya Kadipaten Onje, salah satu penyebabnya karena kemarahan Pakubuwana I penguasa Mataram tersebut kepada Rara Onje.
Begitu!
.
Ngapunten
Semoga bermanfaat
Maturnuwun
Toto Endargo
.