Pilihan lurah.
Bagaimana cerita Pilihan Lurah jaman dahulu?
Cara memilih belum memakai kertas dan gambar, jadi tak ada aktivitas mencoblos.
Dulu sebagai alat untuk menyampaikan pilihan digunakan bithing.
Alatnya berupa bithing dan bumbung. Tidak menggunakan tanda gambar, jadi dulu, menggunakan benda nyata.
Padi, Jagung, Boled, Kelapa dan juga Kacang sering digunakan sebagai penanda (tanda gambar) pilihan lurah.
.
Bithing
Bithing sebagai surat suara, alat untuk mewakili pilihan.
Dibuat dari bilah bambu, panjangnya sekitar 25 cm, berbentuk pipih, tebal sekitar tiga mili meter dan lebar lima milimeter.
Setiap orang bisa membuatnya. Agar tidak setiap orang punya bithing semacam itu, maka bithing untuk pilihan lurah diberi warna.
Separuh panjang bithing diberi warna merah menggunakan wenter pewarna. Wenter sendiri jaman dulu sebagai barang langka. Untuk wenter dulu ada yang menyebutnya dengan nama “beci”.
.
Bumbung
Bumbung yang dimaksud disini adalah sepotong bambu petung, ukuran jumbo, satu ruas.
Tutup ruas (ros) bagian atas di lubangi untuk memasukkan bithing. Tutup ruas bagian bawah dibiarkan utuh, gunanya untuk menampung bithing yang masuk.
Bumbung bambu ini sesungguhnya adalah sebagai kotak suara.
.
Bilik
Untuk menjaga kerahasiaan pilihan maka setiap pemilih harus masuk bilik suara.
Nenek saya menyebutnya krobongan, sekarang disebut bilik suara. Saat itu umumnya hanya ada satu krobongan, atau satu bilik suara.
Bilik suara dibuat sedemikian rupa, dikrobongi sehingga tidak ada orang yang dapat mengetahui pilihan seseorang dalam krobongan.
.
Kenthong
Pemilih tinggal memasukkan bithimg ke dalam bumbung lewat lubang bumbung, ros bagian atas yang terus melongo, bumbung pilihan.
Dan pada setiap bumbung ditempelkan Padi, Jagung atau lainnya, sebagai tanda pilihan.
Untuk tanda bahwa pemilih telah selesai memilih maka ada petugas yang memukul kenthong.
Jika ada bunyi “thong”, berarti seorang pemilih telah selesai memilih dan keluar dari bilik suara. Lalu pemilih berikutnya dipersilakan masuk.
Demikianlah pemilihan lurah di jaman dulu. Begitulah sedikit cerita nenek saya Dasiyem Wiryodiharjo dalam hubungannya dengan wujud demokrasi jaman dahulu.
.
Semoga bermanfaat!
Sedang ingin mengenang cerita
Nuwun
.